Pegawai JICT Pertanyakan Perpanjangan Kontrak oleh Asing

Ada potensi kerugian negara terkait perpanjangan kontrak JICT oleh Hutchison.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 10 Jul 2015, 11:08 WIB
Sejumlah pekerja saat mengecek peti kemas di Pelabuhan JICT, Tanjung Priuk, Jakarta, Rabu (25/3/2015). Pelindo II mencatat waktu tunggu pelayanan kapal dan barang sudah mendekati target pemerintah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Para pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) mempertanyakan langkah perusahaan terkait perpanjangan kontrak perusahaan‎ oleh Hutchison yang diklaim dilakukan demi kedaulatan negara atas aset strategis dan menghindari potensi kerugian.

"Pesan aksi kita jelas dan konstan sejak tahun lalu atau 7 Agustus 2014) bahwa konsesi JICT dengan asing tidak layak diperpanjang karena dilakukan terburu-buru 5 tahun sebelum kontrak habis dan dengan mekanisme tender tertutup. Di sini ada potensi kerugian negara dan aksi korporasi Pelindo II ini patut menjadi perhatian Pemerintah," kata Ketua Serikat Pekerja JICT Nova Hakim ‎dalam keterangannya, Jumat (10/7/2015).

Nova menambahkan pihak-pihak yang menuding SP JICT tidak independen perlu dipertanyakan objektivitas dan nasionalismenya. "Silahkan masyarakat menilai. Kami juga menantang Pak Lino untuk debat publik. Kami sudah siapkan kajian kerugian negara," ujarnya.

Terkait dokumen yang dikatakan sebagai resolusi, Nova membantah bahwa itu sebagai motif dibalik aksi penolakan. Nova juga mengingatkan bahwa isu kesejahteraan yang dihembuskan pihak-pihak lain sangat tidak relevan.

"Profit per teus JICT itu salah satu yang tertinggi di HPH. Disamping itu, pelayanan JICT terbaik di Indonesia dan di Asia Pasifik. Semua serba sistem dan otomatis. Bahkan banyak sistem di JICT yang dibangun sendiri oleh karyawan. Jadi gaji tinggi itu sebanding dengan keuntungan perusahaan dan pelayanan kepada pelanggan." tegasnya.

Nova juga mengkritik pernyataan Bos Pelindo II RJ Lino mengenai kesejahteraan karyawan sendiri yang bekerja non-stop siang malam dalam  satu tahun, sementara dengan bangga menyatakan tahun 2013 lalu ia digaji Rp 5 milyar per tahun.

"6 tahun menjabat, gaji Rp 5 miliar setahun, tapi sampai saat ini masalah di pelabuhan gak beres-beres, dwelling time masih tinggi, pembangunan Kalibaru terlambat dari jadwal, pembelian belasan alat bongkar muat bermasalah dan menurut audit investigatif BPKP terjadi penyimpangan, tarif pelabuhan juga masih tinggi. Apa tidak malu?" cetus Nova.

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu Presiden RI Joko Widodo juga sempat marah-marah saat mengunjungi kantor pusat JICT. Hal itu dikarenakan lama bongkar muat kontainer (dwelling time) tidak menunjukkan perkembangan yang membanggakan dengan masih di angka 5,5 hari. Padahal dia memerintahkan pada akhir 2014 untuk dapat menurunkan menjadi 4,7 hari.‎ (Yas/Gdn)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya