Liputan6.com, Moskow - Pada 17 Juli 2014, setahun lalu, Malaysia Airlines MH17 kebetulan melintas di langit Ukraina timur yang bergejolak. Tiba-tiba, tanpa peringatan, rudal menghantam. Pesawat kemudian hancur di ketinggian 33.000 kaki atau 10.060 meter.
Puing-puing pun berjatuhan dari langit, menyebar di area seluas 34 kilometer persegi di Torez, Donetsk, Ukraina. Ada potongan bagian pesawat, serpihan logam, bagasi yang tumpah, koper yang terbuka, boneka, foto-foto liburan, kaus bertuliskan 'I Love Amsterdam'.
Advertisement
Jasad-jasad manusia dalam kondisi yang mengenaskan tersebar di area lapangan, jalanan desa, kebun bunga matahari, salah satunya bahkan menembus atap rumah penduduk.
Semua yang ada di dalam MH17, 298 orang -- yang sama sekali tak punya dosa atas konflik yang terjadi -- meninggal dunia. Hingga kini, belum diketahui siapa gerangan yang bertanggung jawab atas malapetaka MH17.
Dewan Keselamatan Belanda (Dutch Safety Board) baru akan mengeluarkan laporan final terkait insiden itu pada Oktober 2015. Sementara, ada dua versi yang beredar, yang saling bertolak belakang.
Pertama, pihak intelijen Barat mengatakan, kapal terbang itu ditembak jatuh oleh pemberontak pro-Rusia menggunakan sistem rudal dari darat ke udara, Buk. Dari wilayah yang dikuasai para milisi.
Bahkan, pejabat Ukraina mengatakan, pelaku yang menembak jatuh MH17 adalah orang Rusia terlatih, yang mendapat arahan dari Moskow.
Di sisi lain, Rusia punya versinya sendiri. Dalam wawancara khusus dengan Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia, Mikhail Galuzin menegaskan, pihaknya tak punya kaitan dengan tragedi MH17.
Ia mengaku, Rusia memiliki bukti. "Sebelum insiden terjadi, ada jet tempur Ukraina di dekat pesawat Malaysia Airlines. Keberadaannya bahkan disaksikan oleh warga Ukraina yang ada di darat," kata dia dalam wawancara khusus 'The Ambassador' Liputan6.com.
Dubes yang sudah 2 tahun bertugas di Indonesia itu menambahkan, bukti-bukti dari Rusia telah diberikan pada tim penyelidik di Belanda. "Yang sebenarnya terjadi masih diinvestigasi di Belanda. Negara tersebut menjadi koordinator utama investigasi," sebut Dubes Galuzin.
Selain soal misteri MH17, dalam wawancara khusus 'The Ambassador', Dubes Galuzin juga membahas banyak hal: tentang hubungan 2 negara yang sudah terjalin lama; kerja sama bidang militer RI dan Rusia; konflik Ukraina; rencana pembangunan pelabuhan luar angkasa (spaceport) di Biak, Papua; hingga 'Masha and the Bear' -- animasi asal Negeri Beruang Merah yang terkenal di Indonesia. (Ein/Ans)
Berikut wawancara lengkap Dubes Rusia dengan Liputan6.com: