Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Polri menetapkan Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki dan Komisioner KY Taufiqurrohman Syahuri sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik. Kapolri Jenderal Polisi Badroddin Haiti menyatakan, keduanya jadi tersangka atas laporan hakim Sarpin Rizaldi.
Yang menjadi alat bukti yang menguatkan penetapan tersangka itu, yaitu tulisan yang terbit di media masa, yang menurut pelapor telah mencemarkan nama baiknya dan keterangan saksi ahli bahasa serta ahli pidana.
Advertisement
Sebagai mitra kerja dari kepolisian dan kehakiman, Komisi III DPR mengimbau Polri untuk hati-hati menangani kasus tersebut. Meskipun semua orang berhak melaporkan pihak-pihak yang dirasa telah merugikannya.
"Dari kacamata hukum, tentu melaporkan kepada polisi atas suatu dugaan tindak pidana yang merugikan seseorang merupakan hak hukum, termasuk hakim Sarpin. Namun dalam menyikapi laporan seperti ini menurut saya polisi perlu mengembangkan proses hukum yang hati-hati," kata anggota Komisi III DPR Arsul Sani kepada Liputan6.com di Jakarta, Sabtu (11/7/2015).
Terlebih, Arsul berujar, penilaian publik tak bisa lepas dari sidang praperadilan yang diajukan Wakil Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan atas penetapan tersangka dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sarpin yang ketika itu menjadi hakimnya memenangkan Budi Gunawan.
"Publik bisa menilai ada unsur bahwa polisi ingin berterima kasih terhadap hakim Sarpin yang mengabulkan permohonan praperadilan Pak Budi Gunawan." ujar Arsul.
Selain itu, politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mengatakan, penetapan 2 pimpinan KY itu datanya diambil dari pemberitaan media massa. Pihak kepolisian sebaiknya berkonsultasi dengan Dewan Pers apakah pemberitaan yang dimaksud Sarpin benar masuk ranah pencemaran nama baik atau tidak.
"Sepemahaman saya, laporan hakim Sarpin ini kan didasarkan pada kutipan pemberitaan di media. Nah, karena itu tentu lebih baik polisi berkonsultasi dengan Dewan Pers. Karena di sini ada ketentuan-ketentuan UU Pokok Pers yg juga perlu diperhatikan," ujar dia.
"Bisa saja kutipan pemberitaan yg dijadikan dasar laporan itu adalah kalimat yang bukan diucapkan oleh Komisioner KY, tapi pilihan kata-kata yang dituliskan oleh redaktur medianya," tandas Arsul Sani. (Ado/Sss)