Liputan6.com, Jakarta - Sesuai namanya, Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-CoV) kali pertama merebak di Timur Tengah, tepatnya di Arab Saudi pada September 2012 lalu. Virus itu kemudian berjangkit di 26 negara.
Bagaimana dengan Indonesia? Beruntung, belum ditemukan kasus MERS di Tanah Air.
Advertisement
Namun, jika Anda baru saja kembali dari negara-negara Timur Tengah, Korea Selatan, atau negara lainnya dengan kasus penyebaran MERS, kemudian mengalami demam tinggi disertai batuk dan kesulitan bernapas, sebaiknya mulai waspada dan memeriksakan diri.
Dokter Hewan Surachmi Setyaningsih dari Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Institut Pertanian Bogor (IPB) menyebutkan, MERS atau penyakit pernapasan akut disebabkan oleh virus corona dan awalnya ditemukan di Timur Tengah seperti Yordania, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
“Jika dilihat dari beberapa kasus, virus ini bisa menyebar hingga ke luar Timur Tengah karena orang yang pernah berkunjung ke Timur Tengah dan yang rentan kena rata-rata berusia lanjut serta mempunyai daya tahan tubuh lemah,” katanya saat diskusi penyakit hewan di Kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor.
Surachmi menuturkan, MERS-CoV merupakan penyakit yang biasa ditemukan pada hewan yang kemudian ditemukan pula menginfeksi manusia melalui hewan.
Bahkan saat ini, seperti di Korea Selatan penyebaran virus MERS-CoV sangat mudah yakni menular dari manusia yang terinfeksi ke manusia yang sehat.
“Sebagian besar orang yang terinfeksi MERS-CoV berkembang menjadi penyakit saluran pernapasan akut gejalanya demam, batuk, dan napas pendek. Sekitar separuh dari jumlah penderita meninggal. Sebagian dari penderita dilaporkan menderita penyakit saluran pernapasan tingkat sedang. Satu-satunya gejala yang sering dialami seluruh pasien adalah demam di atas 38 °C,” papar Setyaningsih.
Gejala tersebut biasanya muncul 2 hingga 10 hari setelah terpapar. Pada kebanyakan kasus gejala biasanya muncul antara 2 hingga 3 hari.
Sedangkan tanda fisik, kata dia, tidak begitu kelihatan dan mungkin tidak ada. Namun, gejala bisa diketahui bila orang mengalami tachypnea (nafas cepat). Kemudian, pernapasan tidak teratur dan tingkat kesadaran menurun serta pusing.
Hingga saat ini kasus MERS-CoV paling banyak ditemukan di Korea Selatan. Data terbaru menyebutkan, sejumlah 186 warga negeri ginseng tersebut terinfeksi, 36 orang meninggal dunia, dan 560 lainnya masih dalam masa karantina.
Indonesia Rentan Terjangkit MERS
Indonesia Rentan Terjangkit MERS
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan mencatat, virus MERS-CoV telah menyebar di 26 negara seperti Yordania, Kuwait, Oman, Qatar, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Mesir, Prancis, Jerman, Belanda, Italia, Inggris (UK), Yunani, Austria, Turki, Amerika Serikat, Tunisia, Filipina, Malaysia, Lebanon, Iran, Yaman, Aljazair, China, Korea Selatan dan Thailand.
MERS-CoV yang begitu cepat merebak di Korea Selatan kemudian diikuti di Thailand dan Filipina akhir-akhir ini tentu membuat kita resah.
Menteri Kesehatan Nila Moelek mengatakan, Indonesia tidak terlepas dari bayang-bayang MERS mengingat jumlah jemaah umrah dan calon haji paling banyak dari Tanah Air.
Setidaknya, ada tiga alasan Indonesia rentan terjangkit MERS. Pertama, jumlah jemaah umrah dan haji paling banyak dari Indonesia.
Data Statistik Kedatangan Kepulangan Jemaah Umrah, Kementerian Agama mencatat, jumlah jemaah umrah dari 1 Januari sampai 7 Mei 2015 mencapai 24.869 orang. Jumlah jemaah umrah setiap hari rata-rata 200 orang atau lebih kurang 6.000 jemaah per bulan.
Jumlah itu biasanya meningkat drastis pada bulan puasa, awal Idulfitri, pada hari-hari besar keagamaan Islam dan juga pada saat libur anak sekolah.
Selain itu, member WHO Emergency Committee on MERS CoV sekaligus Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan, Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, kelompok berisiko lainnya adalah jemaah haji yang jumlahnya tidak kurang dari 168.000 orang.
Ini belum termasuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di beberapa negara yang sudah terjangkit MERS-CoV seperti di Jazirah Arab, Korea Selatan, Tiongkok, dan Thailand.
Alasan kedua terkait fakta bahwa penderita MERS kebanyakan berusia tua dan memiliki penyakit kronis. Sementara, jemaah asal Indonesia cenderung sepuh dan memiliki penyakit kronis.
Tjandra mengungkapkan, bila sebelumnya, MERS menyerang pasien berusa 65 tahun ke atas, pada 2014 ditemukan pada umur rata-rata pasien 55 tahun dan pada 2015 ini ada pasien berusia 49 tahun.
Wakil Sekretaris jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Dr. Prasetyo Widhi Buwono, Sp.PD, menambahkan, pasien dengan riwayat diabetes, usia lanjut, jantung dan saluran napas, gangguan imun seperti penyakit Lupus mudah terjangkit virus.
Sementara, alasan ketiga menyangkut kebiasaan hidup bersih. Misalnya, berapa banyak dari Anda yang mencuci tangan dengan benar?
Tjandra menuturkan, mencuci tangan dengan air mengalir selama 20 detik dapat mencegah masuknya virus ke tubuh. Selain itu, jaga kesehatan dengan mengonsumsi makanan seimbang, tidak merokok dan cukup istirahat.
Advertisement
'Suspek' MERS di Indonesia
'Suspek' MERS di Indonesia
Pada 16 Juni lalu, Direktur Rumah Sakit Umum (RSU) dr. Soetomo, dr Dodo Anondo MPH mengatakan pihaknya telah menerima satu pasien suspect Middle East Respiratory Symptom Coronavirus (MERS-CoV).
Pasien pria yang dirahasiakan namanya itu dibawa dari RS PHC Surabaya menuju RSU dr. Soetomo. Pemeriksaan terhadap pasien suspect MERS-CoV tersebut pun dilakukan sesuai prosedur yakni dengan swap atau mengambil lender dari hidung pasien selama tiga hari berturut-turut untuk kemudian diperiksa di laboratorium.
Namun, Kementerian Kesehatan Indonesia lantas membantah pasien tersebut terinfeksi MERS. Menurut hasil investigasi, pasien tidak memenuhi kriteria sebagai suspek dan memiliki risiko rendah terinfeksi MERS-CoV.
“Berdasarkan pemantauan medis, pasien mengalami perbaikan klinis. Dia tidak demam dan tidak sesak pada hari ke-3 sejak mulai gejala. Hasil pemeriksaan lab mengarah ke demam dengue,” tulis keterangan pers yang diterima Liputan6.com pada 18 Juni 2015.
Hasil pemeriksaan rontgen pada pasien juga tidak mendukung ke arah pneumonia. Dia juga tidak ada riwayat perjalanan ke daerah terjangkit MERS-CoV atau Arab Saudi, serta tak ada riwayat kontak dengan penderita MERS-CoV sehingga tak perlu dikarantina.
Pasien laki-laki berkewarganegaraan China (37) yang bekerja sebagai teknisi mesin kapal SE tersebut mulai sakit pada 14 Juni 2015 dengan gejala demam (suhu >39˚C) dan sesak napas.
Pasien berobat ke RS PHC Surabaya dengan diagnosa awal suspect SARS, diagnosa sekunder immunocompremise, dan diagnosa banding adalah DBD. Tanggal 16 Juni 2015 pasien dirujuk ke RSUD dr. Soetomo. Pada tanggal 17 Juni 2015 kondisi umum pasien membaik.
Selain pria asal China itu, ada seorang bocah lelaki berusia 2 tahun yang diduga terinfeksi MERS karena mengalami gejala demam, batuk, dan infeksi saluran pernapasan setelah berlibur bersama orangtuanya ke Korea Selatan pada 1 – 6 Juni. Setelah menjalani rawat inap dan prosedur pemeriksaan MERS di RSPI Prof dr Sulianti Saroso, Jakarta, bocah tersebut dinyatakan negatif terinfeksi dan diizinkan pulang.
Pihak dokter menyatakan bocah berinisial M itu hanya menderita campak ringan. Isu warganegara Indonesia yang terjangkit MERS di Korea Selatan pun sempat muncul. Beberapa media online memuat tulisan bahwa lima Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Korea Selatan positif terjangkit virus Middle East Respiratory Syndrom (MERS) dari sekitar 42 ribu TKI yang saat ini ada di sana.
Berita itu segera dibantah oleh Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Nusron Wahid.Ia memastikan bahwa berita itu tidak benar alias hoax.
“Memang sempat diisukan terdapat 5 orang TKI terjangkit wabah MERS di Korea Selatan, tapi itu tidak ada”, ujar Nusron dalam rilis yang diterima Pusat Komunikasi Publik Kemenkes pada 1 Juli.
Sementara itu, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dr. M. Subuh menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan Korea Selatan belum menerima laporan tersebut. Begitu pula dengan Kedutaan Besar RI setempat. “Kalaupun ada, mereka akan notifikasi Indonesia”, ujar M. Subuh.
Hingga saat ini isu TKI yang terjangkit MERS di Korea Selatan tidak terbukti.
Indonesia Siap Hadapi Serangan MERS
Indonesia Siap Hadapi Serangan MERS
Meski Indonesia rentan terserang virus Middle East Respiratory Syndrome, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengaku siap mengantisipasi penularan MERS bila suatu hari nanti virus itu masuk ke Indonesia.
Indonesia sudah pernah melakukan tindakan antisipasi sejak kasus MERS merebak pertama kali di Arab Saudi pada 2012, maka tak perlu lagi ada persiapan khusus tindakan seperti saat MERS menerpa Korea Selatan baru-baru ini.
"Prosedur masih sama, tak ada yang berubah. Jadi, kita siap bila MERS masuk Indonesia," kata Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Prof dr Akmal Taher di Ballroom Hotel Ritz-Carlton, Jakarta pada Juni lalu.
Semua prosedur masih sama. Jika petugas kesehatan menemukan pasien dengan gejala seperti panas tinggi akan terlebih dahulu dimintai untuk melakukan pengecekan. "Apabila terbukti mengidap penyakit infeksi, langkah selanjutnya pasien akan diisolasi dan dikarantina," kata dia, menerangkan.
Setelah melalui prosedur pengobatan, pasien dapat keluar dari rumah sakit bila petugas kesehatan menyatakan pasien tersebut telah benar-benar sembuh.
Selain bersiap menghadapi MERS CoV sejak pertama kali munculnya virus tersebut pada 2012 melalui pintu masuk negara, pemerintah juga bersiaga dalam hal fasilitas pelayanan kesehatan sampai wilayah/masyarakat melalui surveilans (pemantauan) terhadap orang-orang yang pulang dari darerah terjangkit dan penyiapan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, laboratorium dan lintas sektor terkait. (Abd)
Advertisement