Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi telah memanggil jajarannya untuk memberi masukan terkait pertimbangan pemberian grasi kepada mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar yang divonis 18 tahun penjara. Seperti diungkapkan Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
"Jadi kemarin (saat buka puasa bersama) Menkumham, Menko Polhukam, Kapolri, serta Jaksa Agung menjelaskan langsung pada Presiden," ujar Pratikno di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (14/7/2015).
Advertisement
Selain meminta pendapat langsung, sambung dia, Jokowi juga meminta masukan melalui keterangan tertulis dari lembaga-lembaga tersebut. Masukan yang diberikan itu, kata Pratikno, akan menjadi pertimbangan sang Presiden dalam memutuskan pemberian grasi tersebut.
"Masukan tertulis dari lembaga-lembaga tersebut sudah masuk pada Presiden. Kemarin sudah ada suratnya, sudah masuk, tapi tentunya kita nggak bisa menjelaskan di sini, tapi beliau berempat sudah jelaskan langsung pada Presiden," imbuh dia.
Dia mengatakan, Jokowi harus segera menjawab pengajuan grasi dalam waktu 90 hari setelah grasi tersebut diajukan.
"Dalam beberapa hari ke depan lah yah, kan masih ada waktu sekitar 10 harian lebih, hampir 2 mingguan (untuk menjawab grasi)," ucap dia.
Pratikno mengakui permohonan grasi yang diajukan Antasari ini telah melewati jangka waktu pengajuannya, yakni lebih dari 1 tahun sejak putusan hukum memiliki kekuatan tetap. Namun, lanjut dia, hal itu menjadi salah satu pertimbangan pengabulan grasi.
"Itu makanya jadi suatu pertimbangan," ucap dia.
Presiden Jokowi mengumpulkan sejumlah pejabat negara untuk membahas grasi kepada Antasari. Para pejabat negara itu, antara lain Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno, Kapolri Jenderal Pol Barodin Haiti, Jaksa Agung M Prasetyo, dan Menkumham Yasonna H Laoly.
"Kami sudah memberi masukan-masukan, nanti Presiden yang akan mengambil keputusan seperti apa," kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna P Laoly.
Pertimbangan Kemanusiaan
Yasonna menyebutkan, pada awalnya Antasari tidak pernah mau mengakui dan memang tidak mengaku bahwa dia melakukan apa yang dituduhkan dan kemudian menjadi dasar vonis. "Tapi ini bukan soal mengaku atau tidak mengaku tapi beliau mendapat hukuman sangat tinggi dan saat ini beliau sakit-sakitan," ujar dia.
Yasonna mengaku sudah pernah mengunjungi Antasari Azhar di rumah sakit tempat mantan Ketua KPK itu dirawat. "Pokoknya kita kasih pertimbangan kepada Presiden, termasuk pertimbangan kesehatan, biarlah Presiden yang memutuskan, kami masing-masing Kapolri, Jaksa Agung, Menkopolhukam, dan saya sendiri memberikan pendapat, biar Presiden yang memutuskan seperti apa," kata Yasonna.
Ia mengakui pengajuan grasi ini tidak memenuhi syarat karena sudah lebih dari setahun sejak putusan hukum memiliki kekuatan tetap, tepatnya 3 tahun.
"Saya jujur beri pertimbangan kemanusiaan, walaupun jujur tidak sesuai aturan perundangan, Presiden punya hak konstitusional tapi sebagai Kepala Negara jangan sampai melanggar UU," pungkas Yasonna.
Antasari Azhar divonis 18 tahun penjara oleh PN Jaksel pada Februari 2010 dalam kasus pembunuhan terhadap bos PT Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen. Saat ini dia sedang menjalani masa hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang.
Antasari sempat mengajukan peninjauan kembali karena merasa dikriminalisasi. Namun Mahkamah Agung (MA) menolak mengabulkan PK Antasari pada 13 Februari 2012.
Karena penolakan PK itu, Antasari kemudian menguji materi Pasal 263 ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Oleh MK, permohonan Antasari dikabulkan. MK menyatakan, pengajuan PK boleh lebih dari sekali.
Meski boleh diajukan lebih dari sekali sebagaimana putusan MK, namun MA meresponsnya lewat Surat Edaran MA (SEMA). Dalam SEMA itu, MA membatasi pengajuan PK hanya sampai 2 kali, tidak boleh lebih. (Ndy/Yus)