Perang Harga di ASEAN Akan Terus Terjadi Hingga Akhir 2015

Persaingan atau perang harga terjadi antar China atau Tiongkok, Korea Selatan, Singapura, Vietnam, dan Malaysia

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 15 Jul 2015, 19:25 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat statistik (BPS) memprediksi bahwa perang harga di sejumlah negara ASEAN akan terus berlangsung sampai akhir 2015 ini. Perang harga dilakukan untuk menjaga pangsa pasar seiring perlambatan ekonomi Indonesia

"Walaupun nilai tukar atau dolar AS mengalami penguatan, harga dari luar murah. Mereka jual produknya on sale demi menjaga pangsa pasar ekspor," kata Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo di kantornya, Jakarta, Rabu (15/7/2015).

Negara-negara di kawasan ASEAN ingin mempertahankan pasar yang sudah diraih selama ini agar tidak jatuh ke tangan negara lain. Salah satu caranya berlomba-lomba menurunkan harga jual produk sehingga terjadi perang harga.

"Semua ingin menjaga pangsa pasar, makanya mereka jualan murah, supaya pembeli tidak lari ke negara lain. Sudah terjadi perang harga di beberapa negara," papar dia.

Sasmito memperkirakan perang harga ini akan berlangsung terus sepanjang 2015 sehingga diharapkan ada peran dari Kementerian Perdagangan agar Indonesia bisa bertahan dari serbuan produk berharga murah. Jika tidak, Indonesia akan semakin keranjingan impor.

"Makanya kita harus meningkatkan produksi domestik dan punya strategi lainnya dalam menjaga neraca perdagangan," cetus dia.

Sebelumnya, Sasmito menjelaskan, persaingan atau perang harga terjadi antar China atau Tiongkok, Korea Selatan, Singapura, Vietnam, dan Malaysia mengingat produksi barang di negara tersebut berlimpah.

"China menjual barang yang kadang harganya tidak masuk akal. Harga yang harusnya Rp 2 juta, dijual Rp 700 ribu. Mungkin manfaatnya serupa, tapi soal kualitas tidak tahu," ujar Sasmito.

Impor paling dominan yang dikirim ke Indonesia, sambung dia, berupa ponsel. Ponsel tercatat masuk dalam kategori barang mesin dan peralatan listrik. 

‎Dari catatannya, impor mesin dan peralatan listrik pada Januari-April 2015 mengalami kenaikan 7,31 persen menjadi US$ 2,3 miliar dari periode yang sama 2014 sebesar US$ 2,19 miliar.

"Sedangkan untuk April 2015, impornya turun menjadi US$ 497,8 juta dari realisasi US$ 500 juta di Maret lalu. Itu termasuk ponsel, televisi, karena ada perang harga sejak awal tahun lalu. Jadi misal ponsel yang tadinya dijual Rp 1 juta, jadi Rp 500 ribu artinya yang semula cuma bisa beli satu, akhirnya bisa beli dua," pungkas dia. (Fik/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya