Dampak Krisis Keuangan Yunani: Anak-Anak Obesitas

44 persen anak-anak di Yunani mengalami obesitas akibat krisis keuangan yang berkepanjangan.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 22 Jul 2015, 13:32 WIB
Obesitas telah diteliti bisa memicu berbagai penyakit.

Liputan6.com, Athena - Krisis keuangan yang dialami oleh masyarakat Yunani membawa masalah baru bagi mereka, yaitu tingginya tingkat obesitas terutama pada anak-anak. Pemerintah tidak bisa melakukan apa pun karena pemotongan anggaran besar-besaran di bidang kesehatan.

"Berat badan anak-anak telah meningkat dengan pesat selama krisis. Mereka dipaksa untuk makan-makanan murah yang seringkali tidak ada nutrisinya. Asal kenyang dan tinggi garam," kata Efthymios Kapantais, Presiden Asosiasi Helenic Medical untuk Obesitas  (HMAO) seperti dikutip Newsweek.

"Semakin mereka minder dan tidak mau bertemu dengan orang lain, semakin menjadi-jadi mereka makan makanan yang tidak sehat," kata Efthymios Kapantais

Sebuah laporan tahun lalu yang dikeluarkan oleh Organization of Economic Cooperation and Development (OECD) menempatkan Yunani di peringkat pertama negara-negara dengan level obesitas tinggi pada anak-anak. Dalam laporan tersebut mengatakan 44% anak-anak di Yunani mengalami kelebihan berat badan.

Piring sisa makanan dari bazar untuk anak-anak Yunani. (Reuters)

 

Data dari Eurostat juga melaporkan bahwa masyarakat Negeri Dewa-Dewa itu disebut "tidak mampu makan daging, ayam, ikan (atau sayuran yang pantas) setiap dua hari sekali". Mereka juga melaporkan 47,5%  atau sekitar 2,5 juta rakyat hidup di bawah garis kemiskinan.

"Ini sesuatu hal yang memungkinkan bahwa pada saat krisis keuangan, berdasarkan pengalaman, orang cenderung mengubah kebiasaan apa yang mereka makan, gaya hidup, dan level aktivitasnya," kata Michele Cecchini, analis dari Departemen Kesehatan OECD kepada Newsweek. Ia juga menambahkan bahwa persentase kelebihan berat badan pada anak sangat tinggi.

Checchini percaya faktor utama ini dikarenakan stres dari krisis keuangan. "Penelitan membuktikan bahwa orang yang terkena krisis akan berisiko berat badannya naik hingga 20%."

"Mereka mengganti konsumsi buah dan sayuran dengan makanan tinggi kalori. Salah satunya adalah saat orang stres mereka akan cenderung memakan yang manis-manis dan berlemak, makanan cepat saji dan camilan tinggi garam yang berharga lebih murah."

Obesitas dapat mengakibatkan diabetes tipe dua, jantung, dan bebarapa tipe kanker. Pada anak-anak, mereka juga akan mengalami rasa minder dan makin mengisolasi dari pergaulan.

>>>> Pemerintah Yunani Belum Ada Respons


Pemerintah Yunani Belum Ada Respon

Pemerintah sudah mengetahui masalah ini, tapi mereka hampir tidak punya solusi karena pemotongan dana di sektor kesehatan.

"Pemerintah tentu saja tidak mampu mengatasi masalah ini karena pemotongan di mana-mana," kata Alexander Kentikelenis, kepala riset di Universitas Cambridge yang menulis laporan dampak krisis terhadap kesehatan masyarakat Yunani.

Kentikelenis mengatakan pemerintah Negeri Dewa-Dewa ini harus memotong anggaran kesehatan dari 6.6% tahun 2009 jatuh ke 5,5% di anggaran tahun 2013. "Kebijakan ini sangat berpengaruh kepada program pendidikan dan pencegahan karena dianggap bukan prioritas dengan pemotongan anggaran ini."

"Mereka tidak punya ahli pendidikan nutrisi yang mumpuni lagi di negeri ini. Lagi pula makanan sehat itu mahal, lebih lagi banyak pusat kebugaran di kota besar seperti Athena gulung tikar karena mereka tidak mampu membayar biaya anggota."

Foto dok. Liputan6.com

Organisasi HMAO  telah menyurati Kementerian Kesehatan untuk lebih fokus ke pendidikan pencegahan sayangnya belum ada respons.

Isu kesehatan yang mengganggu lainnya adalah jutaan pengangguran yang berakibat tidak terjaminnya asuransi kesehatan. "Situasi ini bisa meledak kapan saja," kata Kentikelenis.

"Kita tidak tahu bagaimana orang-orang yang tidak mendapatkan fasilitas kesehatan sampai kondisi tubuh mereka benar-benar hancur sehingga membutuhkan perawatan darurat."

Layanan kesehatan Yunani seperti rumah sakit pemerintah harus memotong anggaran hingga 50%. Mereka kehabisan kebutuhan kesehatan dasar dan akses ke obat-obatan menjadi sangat terbatas. (Rie/Ein)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya