Liputan6.com, Jakarta - Lippo Group Indonesia menunjuk Deutsche Bank untuk menghimpun dana guna membiayai proyek bioskop Cinemaxx. Nilai dana yang ditargetkan dalam penghimpunan tersebut mencapai US$ 100 juta atau mencapai Rp 1,32 triliun (estimasi kurs: Rp 13.200 per dolar AS). Rencananya, Lippo group akan meluncurkan proyek 2.000 bioskop di seluruh Indonesia.
Direktur Lippo yang juga menjabat sebagai CEO Cinemaxx, Brian Riady menjelaskan, selain menunjuk Deutsche Bank, Lippo Group juga meminta Rothschild menjadi penasihat keuangan bagi Lippo untuk rencana Penawaran Umum Perdana alias Initial Public Offering (IPO) untuk periode tiga tahun ke depan.
Brian bercerita, sejak mengumumkan niat untuk memasuki industri bioskop pada tahun 2013, Cinemaxx yang berada di bawah bendera PT Cinemaxx Global Pasifik akan membangun 2.000 layar dan 300 kompleks bioskop di 85 kota di Indonesia selama sepuluh tahun ke depan.
Pembukaan agresif ini untuk mengukuhkan Cinemaxx sebagai rantai bioskop terbesar dan paling komprehensif di Indonesia dan akan melihat pemasukan yang diproyeksikan sebesar US$ 500 juta pada tahun 2020 dan US$ 1 miliar pada tahun 2024.
“Kami mencoba menarik minat investor yang tertarik untuk berpartisipasi dalam kisah pertumbuhan kami,” ucapnya seperti ditulis dalam keterangan tertulis, Kamis (23/7/2015). Brian melanjutkan, Lippo sangat percaya bahwa Deutsche Bank dan Rothschild bisa menjadi mitra yang memiliki visi yang sama.
Managing Director and Head of Capital Markets and Treasury Solutions untuk Indonesia Deustche Bank Indira Citrarini menyatakan, pihaknya menerima penawaran Lippo Group karena perusahaan tersebut memiliki track record yang cukup bagus di Indonesia. selain itu, Lippo juga sudah cukup mumpuni dalam membangun perusahaan terkait konsumen sehingga untuk menggalang dana pun tidak akan sulit.
Lippo yakin bahwa bisnis cinema di Indonesia bakal maju dengan pesat. Pasalnya, dengan populasi terbesar Asia Tenggara, kelas menengah yang berkembang cepat dan populasi anak muda yang melek teknologi merupakan modal utama.
Selama ini, industri sinema Indonesia tak tumbuh pesat dengan pendapatan kurang lebih US$ 300 juta penjualan box office tahunan dan keberadaaan hanya sekitar 1.000 layar bioskop.
Dibandingkan dengan negara-negara lain di wilayahnya, Indonesia sangat kekurangan layar bioskop dan hanya memiliki 3,7 layar per sejuta orang dibandingkan dengan 39,9 layar di Singapura.
Lippo Group yakin bisnis cinema di Indonesia berkembang pesat setelah melihat perkembangan bisnis yang sama di China. Di negara Tirai Bambu tersebut, memiliki lebih dari 27 ribu layar saat ini dibandingkan sekitar 6.250 layar di 2010.
Penjualan tiket nasional di Cina dapat mencapai US$ 6,8 triliun di 2015, dan telah membawa pemasukan yang cukup banyak untuk pemilik sinema yang memimpin di negaranya.
Dengan basis populasi yang besar, Indonesia memiliki banyak karakteristik fundamental yang sama seperti Cina, dan memiliki potensi untuk menjadi industri film dan bioskop yang sangat besar dalam waktu dekat. (Gdn/Ndw)
Advertisement