Bea Masuk Naik, RI Bakal Diserbu Barang Impor Selundupan

Pengusaha merasa gerah dengan kenaikan bea masuk atas barang konsumsi impor rata-rata 5 persen

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 27 Jul 2015, 06:41 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) merasa gerah dengan kenaikan bea masuk atas barang konsumsi impor rata-rata 5 persen. Dengan kebijakan tersebut, Indonesia akan diserbu barang impor ilegal.

Ketua Umum DPP APPBI, Handaka Santosa mengkhawatirkan kebijakan ini lebih banyak membawa mudharat ketimbang manfaatnya. Ada beberapa dampak yang timbul dari penyesuaian bea masuk impor barang konsumsi tersebut.  

"Akan banyak produk impor ilegal, harga jual semakin mahal, sehingga konsumen akan memilih berbelanja di luar negeri," tegas Handaka saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Senin (27/7/2015).
 
Ketua Badan Pengawas PD Pasar Jaya itu menuding kebijakan menaikkan bea masuk impor mulai dari ikan, teh, kopi, pakaian dalam, kondom, kosmetik atau perlengkapan kecantikan, minuman beralkohol hingga kendaraan bermotor merupakan upaya pemerintah mendongkrak penerimaan negara.

"Kebijakan ini untuk menaikkan income pemerintah atau melindungi produk dalam negeri?," ucap Handaka.

Terpisah, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengapresiasi langkah pemerintah menaikkan bea masuk impor barang konsumsi untuk menahan tingginya laju impor.

"Tapi upaya ini harus tetap dibarengi dengan realisasi industri barang konsumsi yang kompetitif di dalam negeri. Jika tidak, masyarakat tetap akan menanggung beban kualitas dan harga yang tinggi," katanya. 

Termurah di dunia

Sementara itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan tarif rata-rata bea masuk impor di Indonesia selama ini yang termurah atau terendah di dunia. Dengan alasan tersebut, pemerintah menyesuaikan tarif bea masuk impor barang konsumsi rata-rata 5 persen.  

Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Suahasil Nazara mengatakan kebijakan yang tertuang dalam beleid Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 132/PMK.010/2015 ini sebagai langkah mengharmonisasi tarif bea masuk yang diakuinya termurah di dunia.

"Kurang lebih begitu (yang terendah atau termurah di dunia). At least di regional sekitar kita (ASEAN)," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.

Menurut Suahasil, tujuan utama penyesuaian bea masuk impor untuk mendorong industri dalam negeri. Pemerintah, lanjutnya, fokus pada kenaikan bea masuk produk konsumsi (hilir) impor dengan harapan bisa diganti atau diisi industri dalam negeri.  

Ia menambahkan, dalam pengusulan daftar barang konsumsi dan tarif melibatkan peran Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian dan Kementerian teknis lainnya.

"Kenaikan tarif memang dikeluarkan dengan PMK, tapi materi teknisnya termasuk jenis barang dan level tarif digodok Tim Tarif yang sifatnya antar Kementerian, termasuk Kemendag, Kemenperin, Kemenko Perekonomian dan Kementerian Teknis lainnya," terang dia.

Seperti diketahui, pemerintah telah menyesuaikan bea masuk impor barang konsumsi tertuang dalam PMK Nomor 132/PMK.010/2015 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor.

Rata-rata kenaikan tarif bea masuk impor dalam beleid ini sebesar 5 persen. Produk konsumsi yang kena kenaikan bea masuk impor, di antaranya, ikan, teh, kopi, pakaian dalam, kondom, kosmetik atau perlengkapan kecantikan, minuman beralkohol hingga kendaraan bermotor dengan tarif mulai dari 10 persen menjadi 150 persen. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya