Pemerintah Diimbau Bangun Industri Telekomunikasi Nasional

Saat ini Undang-Undang Telekomunikasi yang ada dinilai belum berpihak pada kepentingan nasional.

oleh Andina Librianty diperbarui 28 Jul 2015, 18:31 WIB
Kemampuan koneksi internet cepat yang mulai disediakan di Jakarta disebutkan tak mempengaruhi produktivitas masyarakat Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) mendesak pemerintah untuk membangun industri telekomunikasi nasional. Jika bisa terealisasi, keuntungan bisnis telekomunikasi bisa benar-benar dicicipi oleh negara.

Ketua PR2Media, Amir Effendi Siregar, mengatakan bahwa saat ini Undang-Undang Telekomunikasi yang ada belum berpihak pada kepentingan nasional. Pasalnya masih ada perusahaan telekomunikasi Tanah Air yang sahamnya dikuasai asing.

"Misalnya saja soal kepemilikan saham industri seluler kita yang dikuasai asing. Hal ini terjadi karena regulasinya memberikan peluang seperti itu, indikasinya XL dan Indosat yang masih dikuasai asing," kata Amir dalam acara diskusi yang digelar di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (28/7/2015).

Seperti diketahui, 66,55 persen saham PT XL Axiata (XL) dikuasai oleh perusahaan asal Malaysia, Axiata. Lalu 65 persen saham PT Indosat dikuasai oleh perusahaan asal Qatar, Ooredoo.

"UU harus mendukung industri nasional, kalau belum maka harus diubah. Industri nasional yaitu mayoritas sahamnya harus nasional juga, yang tujuannya agar keuntungan tidak lari ke asing," ungkap Amir.

Ditambahkan peneliti PR2Media, Rahayu, UU Telekomunikasi harus berpihak pada kepentingan nasional, tidak mengingkari amanat konstitusi, prinsip keadilan, desentralisasi dan keberagaman.

"UU harus dibuat sesuai dengan perkembangan teknologi agar relevan, karena banyak persoalan baru yang harus dipetakan, sehingga penyusunan UU baru pun dibutuhkan," jelasnya.

(din/dew)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya