Liputan6.com, Jakarta - Tak lebih dari 10 penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tiba-tiba mendatangi Gedung PTUN Medan, di Jalan Bunga Raya, Kecamatan Medan Sunggal, Sumatra Utara pada Kamis 9 Juli siang.
Tim penyidik KPK itu langsung menangkap tangan 5 orang yang 3 di antaranya hakim PTUN Medan, dan seorang panitera serta seorang pengacara yang bekerja di kantor Kaligis & associates, M Yagari Bhastara. Mereka diduga tengah melakukan transaksi suap.
3 Hakim itu yakni Tripeni I Putro selaku Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, hakim Amir Fauzi dan hakim Dermawan Ginting, bersama seorang panitera Syamsir Yuspan, serta seorang pengacara dari Kantor Pengacara OC Kaligis bernama Gerry.
Tim penyidik KPK juga sempat menggeledah mobil Toyota Innova hitam bernomor polisi BK 1087 QV, yang diparkir di depan pintu masuk Gedung PTUN Medan.
Dalam operasi tangkap tangan, penyidik KPK juga menyita uang US$ 15 ribu dan SG$ 5 ribu, yang diduga sebagai uang suap kesekian kalinya untuk hakim dari pengacara.
Diduga, suap tersebut diberikan oleh pengacara kepada para hakim di PTUN Medan, terkait gugatan Pemprov Sumut ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, agar majelis hakim mengabulkan gugatan terkait perkara bantuan sosial atau bansos. Parkara itu sendiri telah diputus dan permohonan pemohon dikabulkan sebagian.
Itulah detik-detik tangkap tangan KPK terkait kasus dugaan suap kepada hakim awal Juli lalu. Jelas kasus ini menambah panjang deretan kasus suap kepada hakim di Tanah Air.
Tidak hanya berhenti pada 5 orang yang tertangkap tangan penyidik pada operasi 9 Juli lalu, KPK pun mencari keterlibatan pihak lain dalam perkara ini. Salah satunya adalah sosok Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho.
Advertisement
KPK pun mendalami kasus dugaan suap hakim ini yang diawali dengan penggeledahan kantor Gatot di Jalan Diponegoro, Medan pada Sabtu 11 Juli 2015 malam. Ruang yang digeledah antara lain ruang Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut, Bansos dan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho.
Dalam penggeledahan yang juga berlangsung di ruang kerja Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov Sumatera Utara Hasban Ritonga, penyidik KPK yang terdiri dari 15 orang ini juga menyita sejumlah dokumen.
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja menilai, perkara suap pengurusan gugatan korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos) dan Bantuan Daerah Bawahan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2012-2013 di PTUN Medan itu hampir tidak mungkin tanpa melibatkan Gubernur Gatot.
"Kecil kemungkinan (Gubernur Sumatera Utara) tidak terlibat. Tapi sejauh mana keterlibatannya, itu yang sedang didalami," ujar Adnan dalam pesan tertulisnya, Jakarta, Senin 13 Juli 2015.
Penyidik KPK pun memeriksa dugaan keterlibatan Gubernur Gatot pada Senin 13 Juli 2015 di Gedung KPK. Selain politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, penyidik juga memanggil advokat senior OC Kaligis.
Namun Gatot mangkir dari pemeriksaan KPK. Setelah ditunggu hingga pukul 17.00 WIB, dia tidak juga hadir di Gedung KPK. Tidak ada pemberitahuan ataupun surat dari Gatot yang menjelaskan soal ketidakhadirannya.
"Gatot Pujo Nugroho tidak hadir tanpa keterangan," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, Jakarta, Senin 13 Juli 2015.
OC Kaligis juga sama. Dia tidak hadir dalam pemeriksaan KPK. Namun pengacara kondang itu sudah mengirimkan surat pemberitahuan. "Otto Cornelis Kaligis stafnya datang menemui penyidik dan menyampaikan bahwa surat panggilan baru diterima pukul 10.00 WIB tadi, pemeriksaan akan dijadwalkan ulang," kata Priharsa.
Tak lama kemudian, KPK meminta Kementerian Hukum dan HAM pencegahan kepada sejumlah pihak yang diduga mengetahui perkara suap hakim PTUN Medan. Salah satunya adalah Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho.
Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan, setidaknya saat ini ada 6 orang yang dilarang ke luar negeri terkait perkara ini.
"Ada 6 orang, setahu saya 2 nama itu (Gatot dan OC Kaligis) sudah (dicegah ke luar negeri)," ujar Indriyanto Seno Adji dalam pesan singkatnya, Jakarta, Senin 13 Juli 2015.
Indriyanto berpendapat, tidak mungkin M Yagari Bhastara (Gerry) atau anak buah OC Kaligis yang ikut tertangkap bersama 3 hakim PTUN Medan itu, memberikan uang suap hingga puluhan ribu US$ tanpa mendapat arahan dari atasan atau kliennya.
"Kami memerlukan pendalaman keterkaitan antara lawyer atas dari pemberi kuasa dan penerima kuasa, karena logika dan fakta sementara, agak tidak mungkin seorang Gerry yang memiliki uang suap tersebut," kata dia.
PKS pun angkat bicara terkait pemeriksaan kadernya dalam kasus dugaan suap hakim PTUN Medan. PKS tidak mempermasalahkan kadernya itu diperiksa KPK. Partai berpatron religi ini mendukung langkah lembaga antirasuah itu.
"(Pak Gatot diperiksa) terkait dengan kedudukan sebagai gubernur, beliau pejabat publik. Kita arahkan untuk selalu taat hukum, taat konstitusi. Yang dilakukan penegak hukum harus didukung. Tapi Gatot itu juga punya hak, praduga tak bersalah akan tetap berlaku," ujar Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera saat dikonfirmasi, Senin 13 Juli 2015.
Menurut Mardani, pemeriksaan tersebut bukan pertanda Gubernur Gatot tersangkut dan bersalah dalam perkara kasus suap ini. "Kita akan lihat situasinya. Belum ada detail, belum tentu terkait dengan Pak Gatot. Kemungkinan banyak. Penegakan hukum harus dijunjung tinggi," pungkas Mardani.
Tersangka Pengacara Senior
Pada Selasa sore 14 Juli 2014, OC Kaligis mendatangi Gedung KPK. Dia menumpangi Toyota Kijang Innova hitam sekitar pukul 15.50 WIB. Pengacara yang banyak menangani kasus korupsi itu datang dengan dikawal sejumlah penyidik KPK.
Namun ini bukan bentuk upaya jemput paksa KPK kepada Kaligis, mengingat dia baru sekali mangkir dari pemeriksaan. "Dia ditangkap, bukan dijemput paksa," kata seorang sumber di KPK saat pengacara senior itu tiba.
OC Kaligis tidak berkomentar apa pun. Dia bersama penyidik langsung masuk ke dalam Gedung KPK. Saat itu, Kaligis disebut-sebut telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap ini. Sedangkan anak buahnya, Gerry sudah ditetapkan sebagai tersangka lebih dulu, dia diduga sebagai pemberi suap.
KPK juga sudah menetapkan tersangka dalam kasus ini, yaitu Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG), serta panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY) sebagai penerima suap.
Sore harinya, OC Kaligis resmi ditetapkan tersangka oleh KPK usai menjalani pemeriksaan. Penetapan itu setelah lembaga antikorupsi itu menyatakan telah mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Otto Cornelius Kaligis.
"Kami mendapat laporan dari tim memang sudah diterbitkan Sprindik (Surat Perintah Penyidikan). Dan OCK ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap 3 hakim TUN Medan," kata Pelaksana Tugas Pimpinan KPK, Indriyanto Seno Adjo, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa 14 Juli 2015.
Penetapan Tersangka Gatot dan Istrinya
Penetapan Tersangka Gatot dan Istrinya
Setelah batal menjalani pemeriksaan pada Senin 13 Juli 2015, Gubernur Gatot akhirnya memenuhi panggilan KPK sebagai saksi untuk tersangka M Yagari Bhastara alias Gerry, Rabu 22 Juli 2015.
Gatot tiba di gedung KPK Jakarta sekitar pukul 09.40 WIB menumpangi Toyota Innova putih bernomor polisi B 1429 RFN. Gatot yang mengenakan kemeja batik bercorak cokelat itu datang didampingi pengacaranya, Razman Nasution.
Dia tidak berkomentar apapun mengenai pemanggilannya tersebut. Ia hanya mengumbar sedikit senyum dan langsung masuk ke ruang tunggu steril Gedung KPK.
Razman membantah keterlibatan kliennya dalam kasus suap hakim ini. "Pak Gatot itu sudah menyatakan tidak tahu-menahu pemberian uang Gerry diberikan ke PTUN."
"Yang perlu digarisbawahi pernyataan Pak OC (OC Kaligis) di media, ini tidak melibatkan Pak Gatot," sambung Razman di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 22 Juli 2015.
Dia juga menegaskan, kliennya tidak pernah terlibat dalam penunjukkan OC Kaligis sebagai pengacara Pemprov Sumut. Hal ini dilakukan oleh Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut Ahmad Fuad Lubis, saat berperkara di PTUN Medan.
"Penunjukkan OC Kaligis sebagai PH (penasihat hukum) oleh Fuad tidak melalui persetujuan dan atau bukan atas dorongan dari Pak Gatot. Jadi itu inisiatif dari bapak Fuad Lubis," kata Razman.
Menurut Razman, Gubernur Gatot siap bertanggung atas seluruh dugaan yang ditujukan kepada kleinnya.
"Gatot menyatakan dapat mempertanggungjawabkan seluruhnya terhadap dugaan-dugaan yang dilakukan, yang katanya ada tindak pidana penyuapan oleh Gerry kepada hakim PTUN," ujar dia.
Gatot justru menyebutkan, kliennya kerap dimintai uang oleh OC Kaligis. Permintaan uang itu melalui istri Gatot, Evy Susanti. "Asal berangkat ke Medan, (OC Kaligis) minta uang. Pernah 5 ribu, 10 ribu, dan 3 ribu dollar Amerika Serikat," ujar Razman.
Dia juga menyatakan, Gubernur Gatot mengenal OC Kaligis dari Evy yang sudah lebih dahulu berteman dengan pengacara senior itu.
"Evy, posisi beliau sudah kenal OC Kaligis sejak beberapa tahun lalu, sebelum ketemu Pak Gatot. Yang kemudian Bu Evy ini membantu misalnya Pak OC akan berangkat ke Medan untuk katakan mengikuti TUN," kata Razman.
Pada pemeriksaan pertama kalinya itu, Gatot menghabiskan 11 jam di depan penyidik KPK untuk tersangka Gerry. Bahkan dia mengaku kelelahan menjalani pemeriksaan hingga tak sanggup lagi menjawab pertanyaan awak media.
"Posisi saya letih, jadi saya minta kepada Pak Razman saja (untuk menjelaskan)," ujar Gatot.
Pertanyaan wartawan mengenai keterlibatan Gatot dalam perkara dugaan suap hakim ini dijawab Razman. Menurut dia, Gatot telah menjelaskan semua yang ia ketahui kepada penyidik yang memeriksanya.
"Saya kan sebagai kuasa hukum Gubernur diminta menjelaskan. Tapi intinya adalah Pak Gatot sebagai Gubernur Sumatera Utara merasa yakin, haqul yakin tidak terlibat dalam masalah suap PTUN yang ada di Kota Medan," kata Razman.
Bahkan, Razman yang pernah menjadi pengacara Komjen Budi Gunawan ini juga menyebut tidak ada keterlibatan istri Gatot yang bernama Evy Susanti.
"Pak Gatot intinya tidak terlibat dalam urusan suap atau apapun yang terkait dengan PTUN. Begitu pula dengan Ibu Evi Susanti, itu saja," pungkas Razman.
Pada 24 Juli lalu, KPK kembali menjadwalkan pemerikaan Gatot. Gatot diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Gerry. Penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan saksi lainnya, yakni Yurinda Tri Achyuni dan Venny Octarina Misnan yang berprofesi sebagai advokat, serta OC Kaligis selaku atasan Gerry.
Sementara, untuk saksi bagi tersangka OC Kaligis, penyidik KPK kembali menjadwalkan pemekerikaan Evi Susanti, perempuan yang belakangan diketahui sebagai istri kedua Gatot. Dia diperiksa terkait dugaan pemberian uang dari OC Kaligis kepada 3 hakim PTUN Medan melalui Gerry.
Namun hingga pukul 13.20 WIB, Gatot tidak tampak di Gedung KPK. Dia mangkir untuk kedua kalinya. Begitu juga istrinya. Padahal, pemeriksaan lanjutan ini sudah dijadwalkan atau diinformasikan langsung usai yang bersangkutan diperiksa penyidik KPK selama 11 jam pada Rabu 22 Juli 2015 lalu.
Razman mengaku telah melarang kliennya untuk hadir memenuhi panggilan penyidik KPK hari itu. Larangan itu lantaran pemeriksaan ini tidak disertai dengan surat panggilan.
"(Pak Gatot) Tidak akan datang dan saya tidak akan mengizinkan klien saya datang dengan tidak dipanggil secara resmi. Pakai prosedurlah," ujar Razman di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 24 Juli 2015.
"Bagaimana mungkin itu sudah disampaikan penyidik kepada Gatot untuk diperiksa lagi, kekuatan hukumnya mana? Panggil dong dengan surat tertulis, agar bisa jadi pegangan kami dan bisa kami balas," tandas Razman.
Sementara Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha langsung mengingatkan Gatot untuk memenuhi panggilan lembaganya. Apalagi sebagai kepala daerah sekaligus politisi, sudah sepantasnya Gatot memberikan contoh menjadi warga negara yang taat hukum.
"Kalau menurut kami, sebaiknya sebagi warga negara yang taat hukum, Pak Gatot hadir," ujar Priharsa saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat 24 Juli 2015.
Secara teknis, Priharsa menyebtukan, surat pemanggilan yang dilayangkan penyidik kepada Gatot telah dilakukan secara tertulis dan resmi. Hal ini sekaligus membantah pernyataan Razman yang sebelumnya menyebut KPK hanya memberitahu kepada kliennya secara lisan.
"Bahwa panggilan pemeriksaan hari ini juga tertulis. Ada di form isian yang ada di surat panggilan sebelumnya," ucap Priharsa.
3 Hari berikutnya atau pada 27 Juli 2015, Gatot dan istrinya akhirnya memenuhi panggilan KPK. Seperti sebelumnya, Gatot dimintai keterangannya terkait tersangka M Yagari Bhastara alias Gerry.
Keduanya tidak mau memberikan komentar apapun mengenai pemeriksaannya kali ini. Mengenakan kemeja batik lengan panjang Gatot dan istrinya berjilbab hitam memilih langsung masuk ke lobi Gedung KPK.
Pada kesempatan ini, Razman meminta penyidik KPK agar tidak memeriksa kliennya terlalu lama agar tidak kelelahan. Tujuannya, agar kliennya tidak keletihan, yang berakibat tidak dapat mengontrol dengan baik jawaban yang disampaikan ke penyidik.
Razman kembali membantah, kedua kliennya sangat siap diperiksa. Dan, baik Gatot maupun Evy sudah mengaku sama sekali tidak terlibat dalam suap hakim yang berawal dari operasi tangkap tangan di kantor PTUN Medan.
"Ibu Evy dan Pak Gatot sudah menyatakan kesiapannya untukdiperiksa hari ini. Mereka menyampaikan kepada saya insya Allah mereka tidak terkait dengan suap-menyuap di PTUN," kata dia.
Kali ini penyidik KPK memeriksa Gatot 14 jam. Gatot mengatakan hal yang membuatnya lama karena puluhan pertanyaan yang diajukan penyidik komisi antirasuah itu.
"Jadi saya hadir untuk kedua kalinya sebagai saksi dalam kasus perkara dugaan suap. Panggilan pertama kan ada 28 pertanyaan sekarang sekitar 25-27 pertanyaan," ujar Gatot di Gedung KPK, Jakarta, Senin 27 Juli 2015 malam.
Politisi PKS itu pun enggan mengungkapkan alasan istrinya diperiksa KPK. Dia pun melempar pertanyaan tersebut kepada sang istri langsung. "Ini ada dibelakang saya (tanya langsung saja)," tutur Gatot.
Pada saat yang sama, Evi menuturkan pemeriksaan terkait pemberian uang yang diduga merupakan suap kepada Hakim PTUN Medan. "Iya (tadi ditanya soal uang). Intinya soal itu saja (soal asal muasal uang dugaan suap)," jelas dia.
Namun, Evi enggan menjelaskan uang dugaan suap itu dari mana. Dia kembali melemparkan pertanyaan itu kepada suaminya. "Nanti saja bapak (Gatot) yang jelaskan semuanya," ujar Evi seraya meninggalkan KPK.
Selang sehari berikutnya atau Selasa 28 Juli 2015, penyidik KPK akhirnya menetapkan Gubernur Gatot sebagai tersangka (2281356) kasus dugaan suap hakim PTUN Medan, Sumut.
Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji menyebutkan, surat dimulainya perintah penyidikan dengan tersangka Gatot ini diterbitkan KPK sejak 28 Juli 2015.
"Maka KPK per hari ini (28 Juli 2015) akan menerbitkan Sprindik dengan menetapkan Gubernur Sumut GPN (Gatot Pujo Nugroho) sebagai tersangka," ujar lndriyanto dalam pesan singkatnya di Jakarta, Selasa 28 Juli 2015.
Indriyanto menjelaskan, selaku Gubernur Sumatera Utara, Gatot diduga telah terlibat dalam pemberian suap kepada hakim PTUN Medan terkait perkara korupsi di lingkungan pemerintahan provinsi setempat.
Pada hari yang sama, KPK juga menetapkan istri Gatot, Evy Susanti. Dalam gelar perkara atau ekspose yang dilakukan penyidik dan pimpinan KPK beberapa kali, ternyata ditemukan bukti keterlibatan istri kedua Gatot itu.
lndriyanto mengatakan, dari hasil ekspose tersebut perempuan yang telah diperiksa sebagai saksi pada 27 Juli 2015 ini ditetapkan pula oleh penyidik sebagai tersangka dugaan suap hakim PTUN Medan.
"Hasil ekspose (pada rapat pimpinan dan tim lengkap) progress kasus operasi tangkap tangan Hakim PTUN, maka KPK per hari ini akan menerbitkan sprindik dengan menetapkan Gubernur Sumut GPN (Gatot Pujo Nugroho) dan ES (Evy Susanti) sebagai tersangka," ujar dia.
Indriyanto menjelaskan, penetapan Gatot dan istri sebagai tersangka ini merupakan pengembangan dan pendalaman perkara dari pemeriksaan yang telah dilakukan sejak perkara ini terkuak pada 9 Juli 2015 lalu.
"Semua ini berdasarkan pengembangan dan pendalaman dari pemeriksaan saksi-saksi yang ada, juga perolehan alat bukti lainnya," terang dia.
Oleh KPK, Gubernur Gatot dan istrinya disangkakan melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a dan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat 1 dan pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. (Rmn/Ali)
Advertisement