Liputan6.com, Malang - Pemerintah Indonesia telah membebaskan 60 WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri sepanjang 2015 ini. Namun masih ada 211 WNI lainnya yang juga menjalani proses hukum dengan ancaman [hukuman mati](WNI yang terancam hukuman mati itu mulai dari kasus narkoba hingga pembunuhan. "").
"Mereka yang terancam hukuman mati itu baik WNI biasa hingga tenaga kerja Indonesia yang tersandung kasus hukum di luar negeri," kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri Lalu M Iqbal disela Diskusi Perlindungan Buruh Migran di Kota Malang, Jawa Timur pada Selasa 28 Juli 2015 malam.
Menurut dia, WNI yang terancam hukuman mati itu mulai dari kasus [narkoba](WNI yang terancam hukuman mati itu mulai dari kasus narkoba hingga pembunuhan. "") hingga pembunuhan. WNI yang berprofesi sebagai TKI dan terancam hukuman mati paling banyak berada di Malaysia dan kawasan Timur Tengah, seperti Arab Saudi dan Iran.
Pemerintah sendiri telah berupaya keras untuk membebaskan WNI yang terancam hukuman mati itu. Baik melalui jalur litigasi seperti pendampingan hukum maupun non litigasi seperti pembayaran diyat.
Khusus untuk pembayaran diyat, pemerintah hanya akan membayar diyat syar'i sesuai yang ditetapkan ulama Arab Saudi. Yaitu sebesar 400 ribu real untuk lelaki dan 200 ribu real untuk perempuan.
"Kita tidak akan membayar diyat yang besarannya melebihi ketetapan ulama di sana. Selain itu, membayar diyat yang besarannya sangat berlebihan juga sangat tidak mendidik," tutur Iqbal.
Pemerintah sendiri, kata dia, pernah membayarkan diyat sebesar Rp 21 miliar untuk membebaskan Satinah dan Rp 2 miliar untuk membebaskan Darsem. Keduanya adalah TKW yang terancam hukuman pancung.
"Pembayaran diyat itu bisa jadi sangat tidak adil bagi WNI lainnya yang juga bermasalah di luar negeri," tandas Iqbal.
Ia berharap masyarakat Indonesia bisa melihat dalam perspektif lain mengenai pembayaran diyat untuk menyelamatkan TKI yang terancam hukuman mati. Apalagi banyak TKI di luar negeri yang memang secara sadar telah melanggar hukum negara setempat. (Ali/Ndy)
Advertisement