Liputan6.com, Jakarta Di balik cerita legenda dan kemegahannya, para ilmuwan astronomi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menemukan fakta menarik tentang Candi Borobudur. Stupa utama candi ini ternyata merupakan alat penanda waktu (gnomon), yang memanfaatkan bantuan sinar matahari. Fakta ini makin memperjelas, bahwa sejak dulu nenek moyang orang Indonesia telah mengenal dan sudah menggunakan ilmu astronomi dalam kehidupan sehari-hari.
Endang Soegiartini, Dosen Astronomi ITB, yang dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Rabu (29/7/2015) mengungkapkan, "Kalau kita berdiri di atas puncak stupa lalu melihat ke arah pintu timur pada 21 Maret dan 21 September, kita melihat matahari muncul melewati pintu itu. Di luar (tanggal) itu matahari tergeser sedikit ke arah utara atau selatan. Sampai akhirnya bergeser 23,5 derajat ke utara atau selatan. Itu kalau dari khatulistiwa. Kemudian posisi Borobudur itu kan 7 derajat Lintang Selatan. Itu dikoreksi dengan letak stupa-stupa itu."
Advertisement
Lebih jauh Endang menjelaskan, jumlah stupa di Candi Borobudur pun melambangkan ilmu astronomi. Bentuk Candi Borobudur seperti kotak yang memiliki 4 sisi, yang dikenal dengan bentuk mandala.
Stupa Candi Borobudur berjumlah 4x365, ditambah satu stupa di puncak. Jumlah ini mewakili jumlah hari dalam setahun, dan satu hari tambahan setiap empat tahun sekali (tahun kabisat). “Jadi Candi Borobudur itu adalah kalender raksasa,” kata Endang, yang menjadi Tim Akademis dalam ajang International Olympiad on Astronomy and Astrophysics (IOAA) 2015.
Selain itu, dari puncak stupa Candi Borobudur bisa terlihat bintang Polaris. Menurut penjelasan Endang, bintang ini tidak pernah tenggelam sehingga bisa digunakan sebagai petunjuk arah. Namun, seiring kondisi langit dan udara yang sudah tidak jernih, bintang Polaris makin sulit ditemukan. (Ibo/Igw)