Liputan6.com, Jakarta - Aksi radikalisme masih terus terjadi di sejumlah daerah di belahan dunia. Kelompok-kelompok radikal seperti Islamic State Iraq and Syria (ISIS) masih terus melakukan ancaman-ancaman dan menyebarkan paham radikalismenya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem) Akbar Faisal menilai radikal merupakan suatu hal yang sebenarnya penting. Tapi selama ini, radikal dipahami secara ekstrem hingga tak jarang berujung aksi terorisme.
"Seseorang yang memiliki paham ekstrem ataupun radikalisme itu orang-orang yang mundur, artinya mereka itu salah mengartikan apa yang dimaksud radikal. Sebenarnya radikal itu penting asalkan untuk hal-hal yang positif, bukan radikal untuk mencelakai atau merusak sebuah tatanan sebuah negara," kata Akbar di Jakarta, Kamis 30 Juli 2015 malam.
Untuk tak salah memahami radikal dan bertindak ekstrem, kata dia, seseorang harus memperkuat mental dan psikologinya. Ia menilai jika begitu, akan kecil ruang bagi generasi muda Indonesia untuk mengikuti dan memiliki paham yang mengarah pada aksi terorisme.
"Kecil sekali ruangnya untuk hal tersebut karena orang sekarang ini semakin logis. Karena ini sebenarnya orang-orang yang bermasalah dengan dirinya, kemudian menarik dirinya seakan menjadi korban dari sebuah sistem. Sebenarnya yang bermasalah itu adalah dirinya sendiri," tutur Akbar.
Menurut dia, aksi terorisme itu disebabkan oleh banyak hal. Mulai dari masalah kemiskinan, rasa ketidakadilan hingga kekecewaan kepada pemerintah juga kerap menjadi pemicu orang-orang bergabung ke kelompok-kelompok teroris.
"Lalu yang terakhir yakni faktor kultural yakni masalah pemahaman sempit. Mereka selalu mengatasnamakan agama, ini yang selama ini keliru," tandas Akbar.
Deputi I Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Agus Surya Bakti menambahkan, salah satu yang dilakukan pihaknya yaitu selalu aktif melakukan dialog di Perguruan Tinggi agar tidak terjadi pembelokan keyakinan dan pemahaman akademisi.
"Ini agar tidak terjadi pemahaman yang salah di kalangan para mahasiswa sehingga jangan sampai terjadi aksi-aksi teror lagi seperti yang pernah terjadi di Indonesia selama ini," ujar Agus.
Menurut dia, generasi muda adalah kelompok yang mempunyai idealisme yang sangat besar, mudah merespons permasalahan yang ada, dan tidak berpikir panjang.
"Itu ciri anak muda. Contohnya mereka meninggalkan kuliahnya untuk melakukan demonstrasi. Lalu mereka bergabung dengan kelompok radikal untuk selanjutnya memahami paham tersebut dan hanya akan bermanfaat bagi dirinya. Ini yang selama ini keliru," ucap Agus. (Bob/Ans)
Akbar Faisal Nasdem: Radikal Penting untuk Hal Positif
Tapi selama ini, radikal dipahami secara ekstrem hingga tak jarang berujung aksi terorisme.
diperbarui 31 Jul 2015, 07:43 WIBAksi 'Jaga Jakarta' yang didominasi oleh kaum muda ini mengajak warga Jakarta untuk bersama-sama menolak radikalisme dan terorisme, Jakarta, Minggu (23/11/2014). (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Perdebatan Usai, MK Putuskan Tolak Pengujian Perhitungan Masa Jabatan Sejak Pelantikan
Doa Khusus Ragnar Oratmangoen saat Umrah Jelang Laga Timnas Indonesia vs Jepang
Federal Oil Kembali Ungkap Peredaran Pelumas Palsu di Jawa Tengah
Timnas Indonesia Gagal Menang di 5 Laga Kualifikasi Piala Dunia 2026, Shin Tae-yong Akui Mulai Rasakan Tekanan
3 Alasan Timnas Indonesia Keok dari Jepang di Kualifikasi Piala Dunia 2026
Debat Terakhir Pilkada Jakarta, Momen Perang Narasi dan Fokus Substansi
Mengenal Kawedanan Hageng Punakawan Datu Dana Suyasa, Penjaga Warisan Kesultanan Yogyakarta
Teror Suporter Timnas Indonesia Sempat Bikin Repot Jepang
Gempa Hari Ini Jumat 15 November 2024 Tiga Kali Guncang Cianjur dan Sukabumi
Timnas Indonesia Kalah dari Jepang, Erick Thohir: Saya Memohon Maaf
Koreografi Suporter Timnas Indonesia Getarkan Stadion Utama Gelora Bung Karno
Shin Tae-yong Ungkap Alasan Tak Masukkan Eliano Reijnders dalam Skuad Timnas Indonesia saat Hadapi Jepang dan China