Liputan6.com, Jakarta - Sidang permohonan praperadilan yang diajukan mantan Dirut PLN Dahlan Iskan sudah memasuki babak akhir. Dahlan mengajukan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan dan pembangunan Gardu Induk (GI) di Unit Induk Pembangkit dan Jaringan Jawa Bali dan Nusa Tenggara.
Setelah memasuki rangkaian dan tahapan pembuktian dengan menghadirkan sejumlah saksi, sidang akan diputus pada Selasa pekan depan. Namun, sehari sebelumnya kedua pihak akan terlebih dahulu membacakan kesimpulan.
"Sidang akan dilanjutkan pada Senin, 3 Agustus 2015 dengan agenda kesimpulan. Kemudian untuk putusan akan dibacakan pada Selasa 4 Agustus 2015," ujar hakim tunggal Lendriaty Janis dalam persidangan di PN Jaksel, Jumat (31/7/2015).
Dahlan menggugat Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta atas penetapan tersangka dugaan kasus pembangunan 21 Gardu Induk Jaringan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Dahlan menyebut penetapan tersangka tersebut tidak sah lantaran tidak sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku.
Untuk memperkuat argumen gugatannya, dalam persidangan yang dimulai sejak Senin 27 Juli lalu, Dahlan yang diwakili pengacaranya Yusril Izha Mahendra telah menyerahkan sejumlah dokumen dan menghadirkan 3 orang ahli yaitu Made Darma Weda, Chairul Huda, dan Mudzakir.
Sementara itu pihak Kejati DKI menghadirkan saksi fakta yang merupakan penyidik perkara pembangunan 21 Gardu Induk, yakni Syarif Nahdi, dan 4 ahli, yakni, Agustina dari BPKP, Eddy Omar Sharif Hiarief dari UGM, Andi Hamzah dari Trisakti dan Marcus Priyo Nugroho dari UGM.
Pihak Kejati yakin, jika penetapan tersangka sudah melalui ketentuan hukum yang berlaku. Selain itu, tim hukum Kejati, yakni Sunarto menyebut penetapan tersangka Dahlan tidak secara tiba-tiba.
Selain Dahlan, Kejati DKI Jakarta juga menetapkan 15 orang lainnya sebagai tersangka. Semua dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
>> Tanggapan BPKP >>
Advertisement
Tanggapan BPKP
Tanggapan BPKP
Dalam proses permohonan praperadilan Mmantan Dirut PLN, Dahlan Iskan, pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menyebut menggunakan laporan penghitungan dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mencari kerugian negara atas kasus gardu listrik. Namun, pihak Dahlan mempermasalahkan hal tersebut.
Terkait itu, pihak Kejati pun menghadirkan ahli BPKP, Agustina Arum Sari ke dalam persidangan praperadilan Dahlan. Menurut dia, BPKP berwenang untuk menghitung kerugian negara.
"Jelas itu (berwenang). Sudah ribuan kasus yang diaudit BPKP, telah masuk Tipikor dan diputus di pengadilan," ujar Agustina di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (31/7/2015).
Menurut dia, BPKP tidak sembarangan dalam memberikan laporan kerugian negara. Pasalnya, hal itu harus ada izin terlebih dahulu dari penyidik.
"Proses perolehan bukti harus dilakukan sesuai aturan. Kami lakukan bersama dengan penyidik, kalau penyidik berikan bukti dan kami lakukan klarifikasi. Itu merupakan keharusan kami untuk melakukan prosedur seperti itu. Kalau penyidik tak mau bekerja sama, kami berhak untuk tak memberikan laporan pada penyidik," jelas Agustina.
Agustina pun menjelaskan bahwa BPKP juga akan klarifikasi terkait peranan suatu badan untuk menghitung kerugian negara yang ditimbulkannya.
"Yang kami klarifikasi hanya yang sesuai dengan kerugian negara. Kalau dalam bukti cuma 5 saksi, ya klarifikasi hanya 5 saksi saja," tegas dia.
Saat ditanya sudah menghitung kerugian berapa gardu dalam kasus Dahlan Iskan, dia baru menuturkan baru menghitung 4 gardu.
"Perhitungannya dari 21 gardu, kami baru menghitung kerugian negara atas 4 gardu itu. Kalau yang 2 gardu induk, yang Jatirangon II dan Jatiluhur baru, kalau enggak salah akhir 2014 sampai Maret 2015. 2 Gardu induk lainnya sudah dari bulan Mei, sudah selesai. Tapi saya agak lupa lah tanggalnya," pungkas Agustina. (Ado/Rmn)
Advertisement