Hujan Interupsi Warnai Rapat Pleno Muktamar NU

Hiruk pikuk itu bahkan terdengar sampai di luar tenda utama, tempat penyelenggaraan rapat pleno Muktamar ke-33 NU di Jombang.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 03 Agu 2015, 00:57 WIB
Saifullah Yusuf dan Imam Aziz memberikan keterangan pers di media center Muktamar ke-33 NU di Jombang, Minggu (2/8/2015). (www.muktamarnu.com)

Liputan6.com, Jombang - Hujan interupsi mewarnai rapat pleno membahas tata tertib di Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) di Alun-alun Jombang, Jawa Timur. Hiruk pikuk itu bahkan terdengar sampai di luar tenda utama.

Pantauan Liputan6.com hingga Minggu (2/8/2015) menjelang tengah malam, para muktamirin masih membahas tata tertib cara pemilihan ketua umum PBNU dan Rais Aam yang menggunakan sistem ahlul halli wal aqdi (Ahwa) atau pemilihan secara langsung.

Padahal rapat pleno pembahasan tata tertib dimulai sejak sore tadi sekitar pukul 14.45 WIB.

KH Slamet Effendi Yusuf yang ditunjuk sebagai pimpinan sidang pleno, kemudian menskors sidang. Ia pun mengumandangkan salawat nabi untuk meredam suasana. Saat itu para peserta rapat pleno membahas Bab V Pasal 14 tentang Pimpinan Sidang.

Sesuai draf yang dibagikan ke muktamirin, Pasal 14 menyatakan bahwa pimpinan sidang ditetapkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU.

Beda Pendapat

Namun pembahasan itu mendapat tanggapan berbeda dari muktamirin. Pihak yang setuju dengan draf panitia muktamar dimotori dari Bangka Belitung dan Jawa Timur.

"Muktamar itu diselenggarakan oleh PBNU, jadi sudah selayaknya yang memimpin sidang pleno juga dari pengurus PBNU," ujar peserta dari Bangka Belitung saat menyampaikan pendapat dalam pleno tatib.

Sebaliknya dari pihak yang berseberangan, dimotori dari Sulawesi Selatan dan Papua menyatakan, muktamar adalah forumnya muktamirin yang diselenggarakan oleh PBNU. Alhasil, pimpinan sidang pleno juga harus dipilih oleh muktamirin.

Ada juga yang berposisi netral, seperti perwakilan dari Aceh dan Lampung minta muktamirin menjaga kesantunan dalam berbicara, dan pembahasan pasal tatib.

"Muktamar alim ulama ini disiarkan langsung oleh beberapa televisi. Kami dapat banyak SMS kampung. Isinya mereka malu melihat wakilnya, alim ulama tidak santun dan tak menonjolkan akhlakul karimah saat menyampaikan pendapat," pinta perwakilan Lampung.

Peserta lain yang tak terima dengan usulan berusaha menyerbu peserta yang mengusulkan voting. Namun berkat kesigapan anggota Banser yang mengamankan jalannya sidang, peserta yang terbawa emosi bisa diamankan.

Usulan Solusi

Perwakilan dari salah satu Pengurus Cabang asal Jatim mengusulkan win-win solution atau jalan tengah, yakni pimpinan sidang pleno tetap dipimpin oleh PBNU. Namun setelah laporan pertanggungjawaban (demisioner) dan pemilihan Rais Aam serta ketua umum PBNU, pimpinan sidang diserahkan kepada muktamirin sebanyak 7 orang.

"Kemudian pimpinan sidang komisi-komisi, ditawarkan kepada muktamirin," beber perwakilan Jatim.

Sementara perwakilan Sulawesi Utara menawarkan agar pimpinan sidang dipilih dari dan oleh peserta yang terdiri dari unsur satu orang perwakilan PBNU sebagai ketua sidang, seorang lagi dari PW sebagai sekretaris dan seorang lagi dari perwakilan cabang menjadi anggota.

Namun kedua usulan win-win solution itu tidak langsung diamini Slamet Effendi Yusuf selaku pimpinan rapat pleno tatib Muktamar NU.

"Usulan solusi dari Jatim dan Sulawesi Utara nanti akan dibahas dalam forum lobi yang melibatkan seluruh PW se-Indonesia," tegas Slamet.

Pertimbangannya, kata Slamet sesuai draf awal, pimpinan sidang pleno ditetapkan oleh PBNU, kecuali saat pemilihan Rais Aam dan ketua umum PBNU akan dipimpin oleh perwakilan muktamirin dari zona barat, tengah dan timur. (Ans/Dan)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya