Liputan6.com, Jakarta - Pasal penghinaan Presiden telah dihapus Mahkamah Konstitusi pada 2006. Saat ini pasal tersebut kembali dibahas di DPR untuk dihidupkan kembali dalam KUHP.
Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin mengatakan, Komisi III berada pada tahap pembuatan daftar inventarisasi masalah terkait rancangan Pasal Penghinaan Presiden dalam KUHP.
"Untuk melihat rancangan UU itu (pasal penghinaan Presiden), kami melihat dari pasal ke pasal ayat per ayat. Memang ada beberapa pasal yang dimunculkan kembali sejak adanya putusan MK tentang penghinaan presiden," ujar Aziz di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (3/8/2015).
Aziz mengakui, rancangan UU KUHP yang salah satu pasalnya berisi sanksi terhadap orang yang menghina presiden belum di bahas secara mendalam di Komisi III. "Dalam rancangan undang-undang itu kami belum membahas secara subtansi," kata dia.
"Berdasarkan azas hukum yang berlaku, sesuatu yang dibatalkan di MK tidak bisa lagi dibahas atau dihidupkan kembali," sambung Aziz.
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, keputusan MK itu bersifat final dan mengikat. "Kita tidak ingin membahas 2 kali, dibatalkan 2 kali. Secara logika hukum tidak mungkin dilakukan."
Menurut Aziz, pertimbangan dalam amar putusan MK itu detail. Dalam hal tertentu aturan itu berhimpitan dengan Undang-Undang Dasar yang menjaga kebebasan dalam mengungkap pikiran.
Aziz mengungkapkan perlunya pemahaman lebih jauh mengenai urgensi dibalik pengajuan pasal penghinaan terhadap presiden ini. "Apasih urgensinya? Apakah rancangan UU ini sudah melihat keputusan MK? Kenapa ini dihidupkan kembali? Tentu ini harus dilihat," pungkas politisi Partai Golkar itu.
Pasal 263 ayat 1 RUU KUHP yang dibahas di DPR berbunyi:
Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling kategori IV.
Ruang lingkup Penghinaan Presiden diperluas lewat RUU KUHP Pasal 264:
Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
Pasal itu di UU KUHP sudah dihapus MK pada 2006. Tidak hanya menghapus Pasal Penghinaan Presiden dalam KUHP, MK juga memerintahkan pemerintah dan DPR menghapus norma itu dari RUU KUHP. (Mut)
Komisi III DPR: Pasal Penghinaan Presiden Tak Bisa Hidup Kembali
Pasal penghinaan Presiden telah dihapus MK pada 2006. Saat ini pasal tersebut kembali dibahas di DPR untuk dihidupkan kembali.
diperbarui 03 Agu 2015, 14:57 WIBAziz Syamsuddin
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Aksi Jual Wall Street Sangat Wajar, Pelaku Pasar Perlu Realistis
Harga Emas Melesat Usai Inflasi AS Melambat
Saat Gus Miek Mengetahui Isyarat Wafatnya sang Ayah, Kisah Karomah Wali
Cuaca Indonesia Hari Ini Sabtu 21 Desember 2024: Langit Pagi Indonesia Mayoritas Cerah Berawan
Tips Mengatasi Badan Lemas: Panduan Lengkap untuk Memulihkan Energi
Kapolri Tegaskan Bakal Tindak Anggota Salahgunakan Senjata
Kementerian Lingkungan Hidup Dapati 53 Ton Pencemaran di Sungai Ciliwung
Inovasi KAI Daop 9 Jember, Hadirkan Fasilitas Pengering Payung di Stasiun
Mengunyah Camilan Khas Eropa dan Pastry dari Korea dengan Sentuhan Lokal di Wetzel’s Ptretzels dan Paris Baguette
Prediksi Piala AFF 2024 Timnas Indonesia vs Filipina: Kesempatan Terakhir Rebut Tiket Semifinal
Tips Menghindari Penipuan Lowongan Pekerjaan di Luar Negeri
Kaleidoskop Regional 2024: Pesta Mewah Crazy Rich Palembang hingga ABG 13 Tahun Diperkosa 8 Pria