Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terus melemah berada di kisaran 13.464-13.516 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin pekan ini. Presiden Joko Widodo meminta para pengusaha dan eksportir memanfaatkannya dengan membuka pasar ekspor baru.
Menurut Jokowi, biasanya pengusaha hanya melihat pasar-pasar tradisional, seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, Tiongkok, Jepang, dan Korea. Padahal banyak negara-negara lain yang pasarnya bisa dimasuki.
“Beberapa negara di Amerika Latin, Afrika, Timur Tengah dan negara-negara lainnya memberikan peluang komoditas dan produk dari Indonesia,” ungkap Jokowi seperti dilansir dari Setkab.go.id, Senin (3/8/2015).
Jokowi mengaku dirinya menjadi sangat optimistis sekali dengan perekonomian bahwa yang namanya pelemahan rupiah oleh dolar AS ada yang manfaatkan dan mendapatkan keuntungan.
Dengan posisi rupiah di angka 13.400-Rp13.500 per dolar AS, menurut dia, tidak ada masalah asal setiap wilayah mampu memanfaatkan potensi daerahnya.
Jokowi memberi apresiasi atas prestasi Sulsel yang mampu membuka peluang ekspor dengan meningkatkan neraca perdagangan.
Penyebab rupiah tertekan
Advertisement
Analis Bank Danamon, Dian Eka Ayu menuturkan sentimen global terutama rencana bank sentral Amerika Serikat (AS)/The Federal Reserve menaikkan suku bunga pada September masih menekan nilai tukar rupiah. Sentimen negatif lainnya ditambah dari kekhawatiran ekonomi China melambat.
Selain itu, pelaku pasar juga menantikan rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II 2015 pada Selasa 4 Agustus 2015. Bila pertumbuhan ekonomi kuartal II 2015 lebih lemah dari kuartal I 2015 di kisaran 4,7 persen maka berdampak negatif untuk nilai tukar rupiah.
"Banyak sentimen global berdampak negatif ke nilai tukar rupiah sehingga penguatan rupiah hanya sementara," ujar Dian saat dihubungi Liputan6.com.
Hal senada dikatakan Analis Pasar Uang PT Bank Saudara Tbk Rully Nova. Rully mengatakan, tren penguatan dolar AS membuat mata uang emerging market tertekan termasuk rupiah. Sentimen penguatan dolar AS itu ditopang dari hasil rapat The Fed menunjukkan ekonomi AS membaik sehingga akan berdampak terhadap rencana kenaikan suku bunga AS."Kalau dari domestik juga masih banyak sentimen negatif," ujar Rully.
Ia menambahkan, pelaku pasar juga mengkhawatirkan perlambatan pertumbuhan ekonomi di kuartal II. "Daya beli masyarakat menurun akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi," kata Rully.
Rully menambahkan, tekanan terhadap rupiah memang masih belum mereda. Apalagi rencana kenaikan suku bunga AS masih mewarnai nilai tukar rupiah. Rupiah diperkirakan bergerak di kisaran 13.450-13.500 per dolar AS. (Ilh/Ndw)