Ketua DPR: Presiden Tidak Bisa Dihina Seenaknya

"Presiden harus dijaga karena itu simbol negara, bagaimana cara menyampaikan pendapat, kritik yang penting konstruktif."

oleh Gerardus Septian Kalis diperbarui 04 Agu 2015, 12:02 WIB
Presiden Joko Widodo dan Setya Novanto (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Usulan pasal larangan penghinaan terhadap Presiden kini kembali digaungkan. Pemerintah memasukkan usulan itu dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang diajukan kepada DPR.

Ketua DPR Setya Novanto mengatakan, Presiden merupakan simbol negara yang harus dijaga kewibawaannya. Untuk itu, masyarakat harus dapat mengerti bagaimana menyampaikan kritik atau pendapatnya secara baik.

"Presiden harus dijaga karena itu simbol negara, bagaimana cara menyampaikan pendapat, kritik yang penting konstruktif. Kritikan mengoreksi diri menjadi lebih baik, tidak boleh ada penghinaan. Kita harapkan untuk saling menghargai, harus mau dikiritik dan dikoreksi, tidak bisa menghina seenaknya," ujar Setya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (4/8/2015).

Kata Setya, pihaknya akan mengevaluasi masukan dari masyarakat dan pemerintah terkait usulan yang diajukan pemerintah terkait pasal penghinaan terhadap Presiden.

"Supaya ada keterbukaan di alam demokrasi, tapi betul-betul untuk kritikan yang bisa membangun bangsa dan negara," jelas dia.

Revisi UU KUHP-KUHAP merupakan inisiatif pemerintah dan telah diusulkan kepada DPR sejak periode 2009-2014. Saat ini, revisi undang-undang itu masih dibahas bersama antara Komisi III DPR bersama Kementrian Hukum dan HAM. Komisi III DPR kini tengah melakukan daftar inventarisasi masalah terkait usulan RUU tersebut. (Ali/Mut)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya