Liputan6.com, Tangerang - Dunia perfilman Indonesia hingga kini dianggap belum bisa menyaingi dunia perfilman beberapa negara, terutama film-film dari Amerika Serikat.
Menurut tokoh perfilman yang juga berprofesi sebagai Sutradara, Lucky Kuswandi, hal ini terjadi karena minimnya jumlah bioskop di Indonesia. Ditambah, budaya masyarakat Indonesia yang masih mengagungkan film luar negeri.
Minimnya jumlah bioskop di Indonesia menjadikan para sutradara film Indonesia harus bersaing ketat dengan film-film luar negeri untuk tayang di bioskop.
Advertisement
"Dari segi infrastruktur, 55 persen penyebaran bioskop itu hanya di Jawa Barat dan DKI Jakarta, dan hanya 13 persen penduduk Indonesia yang bisa nonton film di bioskop," kata Lucky saat berdialog dengan Presiden RI Joko Widodo di Indonesia Convention Exhebition (ICE), Tangerang, Selasa (4/8/2015).
Untuk itu, Lucky berharap kepada Presiden Jokowi untuk dapat membuat kebijakan yang dapat mempermudah para investor untuk berinvestasi dalam pembuatan bioskop di seluruh wilayah Indonesia.
Mengenai budaya perfilman Indonesia di mata warga Indonesia sendiri, diharapkan Lucky, Presiden Jokowi dapat membantu dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang berkaitan langsung dengan dunia perfilman.
"Rekomendasi kami, kita harus rebranding film Indonesia lewat pengembangan SDM, butuh banyak sekolah film," tutup Lucky.
Lucky merupakan sutradara yang tak asing di dunia perfilman. Hasil karyanya yang berupa film pendek berjudul The Fox Exploits The Tiger’s Might berhasil memukau penduduk dunia di pekan kritikus di Cannes, Prancis, pada Mei 2015.
Film karya Lucky tersebut juga masuk dalam kategori 10 film pendek terbaik di acara film bertaraf internasional tersebut. (Yas/Ndw)