BPS: Ekonomi RI Melambat, Cuma Tumbuh 4,7% di Semester I

Melambatnya ekonomi Indonesia dipicu lesunya perekonomian global, termasuk negara mitra dagang Indonesia dan pelemahan harga komoditas.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 05 Agu 2015, 11:41 WIB
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2015 sebesar 4,67 persen atau turun dari realisasi kuartal sebelumnya 4,72 persen. Hingga semester I, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,7 persen, turun dari periode yang sama tahun lalu sekitar 5,17 persen.

Level tersebut melambat karena dipicu lesunya perekonomian global, termasuk negara mitra dagang Indonesia dan pelemahan harga komoditas.

"Pertumbuhan ekonomi di kuartal II ini sebesar 4,67 persen dibanding periode sama 2014 (Year on year) dan 3,78 persen secara Q to q. Dengan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II 2015 atas dasar harga konstan Rp 2.293,3 triliun," kata Kepala BPS Suryamin‎ saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (5/8/2015).

Secara kumulatif, sambungnya, ekonomi Indonesia bertumbuh 4,7 persen pada semester I 2015 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. ‎"Pertumbuhan ekonomi Indonesia memang semakin melambat sejak kuartal I 2011 yang terealisasi 6,48 persen," ucap dia.

Suryamin menjelaskan, penyebab utama pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat karena kondisi serupa yang dihadapi perekonomian global sepanjang periode April-Juni 2015. Hal ini, lanjutnya, sebagai dampak rendahnya harga berbagai komoditas di pasar internasional. Komoditas yang masih mencatatkan penurunan harga‎, yakni jagung, beras, kedelai, daging sapi, bijih timah, bijih besi, dan sebagainya.

"Pemicu lainnya karena ketidakpastian kondisi pasar keuangan terkait ketidakpastian kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve (Fed Fund Rate)," terangnya.

Di samping itu, dijelaskan dia, ‎pertumbuhan ek‎onomi negara mitra dagang Indonesia cenderung stagnan bahkan melemah. Sebagai contoh Amerika Serikat dengan catatan pertumbuhan ekonomi melemah dari 2,9 persen di kuartal I 2015 menjadi 2,3 persen.

Pertumbuhan ekonomi Tiongkok stagnan pada posisi 7 persen. Pertumbuhan ekonomi Singapura menurun dari 2,1 persen menjadi1,7 persen. "Artinya berimbas ke ekonomi Indonesia," tegas Suryamin.

Dia pun mengaku, harga minyak internasional di kuartal II mengalami kenaikan sedikit 19,07 persen Q to q, tapi secara Year on year turun 43,3 persen. Kalau dulu harnya US$ 100 per barel, di kuartal II anjlok sampai US$ 40 lebih per barel.

Ramalan ekonom

Sebelumnya, ekonom meramalkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2015 berada di bawah 5 persen atau sama dengan realisasi kuartal I sebesar 4,7 persen. Perlambatan ekonomi ini disebabkan pelemahan ekspor dan impor terutama impor bahan baku.

Ekonom DBS Bank Ltd, Gundy Cahyadi memproyeksikan ekonomi Indonesia hanya akan mampu bertumbuh 4,7 persen di kuartal II ini. Angka tersebut tidak beranjak dari perolehan pertumbuhan ekonomi di periode Januari-Maret sebesar 4,7 persen.  

"Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) kemungkinan tetap di bawah 5 persen (YoY) di kuartal II, tepatnya 4,7 persen," ucap dia saat dihubungi.

Menurut Gundy, penurunan ekspor dan impor menjadi penyebab utama pertumbuhan ekonomi tak sanggup mencapai lebih dari 5 persen. Pelemahan terjadi di impor barang modal.  

"Impor barang modal anjlok sekira 20 persen (yoy) di kuartal II 2015 karena pertumbuhan Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) alias investasi tetap sekira 4 persen atau meleset dari perkiraan sebelumnya 5,5 persen," papar dia.

Paling parah, katanya, impor bahan baku terkontraksi secara signifikan hingga 21 persen. Sementara pertumbuhan ekspor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih positif meski sedikit melemah. "Impor bahan baku turun 21 persen di periode ini merupakan yang terburuk sejak 2009," ucap Gundy.

Dia memperkirakan, dengan kondisi tersebut, pertumbuhan ekonomi di akhir tahun ini hanya 4,9 persen. Ramalan tersebut sudah memperhitungkan percepatan belanja pemerintah.

"Pertumbuhan ekonomi setahun ini berpotensi lebih rendah jika tidak ada perbaikan dalam penyerapan anggaran ke depan," ucapnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk Ryan Kiryanto memproyeksikan level pertumbuhan ekonomi yang sama. "Kami perkirakan ekonomi bertumbuh 4,7-4,8 persen di kuartal II," ujar dia.

Penopangnya, dijelaskan Ryan, berasal dari konsumsi rumah tangga 56 persen, investasi 30 persen, kontribusi belanja pemerintah sebesar 10 persen dan ekspor impor 4 persen. "Ada kenaikan konsumsi karena Idul Fitri, banyak orang mudik dan berbelanja," tukas dia. (Fik/Ndw)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya