Penerimaan Negara Baru Tembus Rp 771 Triliun

Dampak ekspor tambang dan harga komoditas mempengaruhi penerimaan negara hingga Juli 2015.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 05 Agu 2015, 21:33 WIB
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro saat menjadi pembicara dalam diskusi ekonomi politik di Jakarta, Minggu (24/5/2015). Diskusi tersebut mengangkat tema Menagih Janji Kesejahteraan Daerah. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah perlambatan ekonomi, realisasi penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 sebesar Rp 771,4 triliun hingga 31 Juli 2015. Angka ini belum mencapai separuh dari target Rp 1.761,6 triliun sepanjang tahun ini.

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro menyebutkan pencapaian penerimaan negara sampai akhir bulan ketujuh ini baru mencapai 43,8 persen atau Rp 771,4 triliun dari patokan pemerintah.

"Memang (realisasi penerimaan) masih di bawah periode yang sama tahun lalu karena Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) minyak dan gas berbeda dengan periode tersebut," kata dia saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Rabu (5/8/2015).

Pendapatan negara tersebut, Bambang menuturkan, bersumber dari penerimaan dalam negeri senilai Rp 771,3 triliun dan penerimaan hibah Rp 2 triliun. Penerimaan dalam negeri terdiri dari penerimaan perpajakan Rp 621 triliun dan Rp 150,2 triliun dari PNBP.

"Pajak yang bermasalah PPN, makanya kami tidak bisa mengejar minimal sama dengan tahun lalu Rp 205 triliun. Bea Keluar jelas di bawah karena dampak dari ekspor tambang dan harga komoditas," ujar Bambang.

Dari sisi belanja negara, tambah Bambang, mencapai Rp 913,5 triliun atau 46 persen dari target APBN-P Rp 1.984,1 triliun. Belanja pemerintah pusat Rp 524,1 triliun (belanja K/L Rp 261 triliun dan non K/L Rp 263,1 triliun). Sedangkan realisasi transfer ke daerah paling besar mencapai Rp 389,3 triliun atau 58,6 persen dari target.

Dengan begitu, dia bilang, ada defisit anggaran Rp 142 triliun atau 63,8 persen dari batas Rp 222,5 triliun. Prosentase defisit terhadap PDB 1,22 persen. Namun pemerintah sudah mendapat utangan Rp 207,5 triliun termasuk kelebihan kas Rp 65,4 triliun.

"Penerimaan negara masih harus berkejaran dengan belanja. Tapi cash flow terjaga supaya tidak terganggu dengan mempercepat belanja," terangnya.

Rincian belanjanya antara lain, belanja pemerintah pusat K/L Rp 261 triliun dan non K/L Rp 263,1 triliun, seperti pembayaran bunga utang Rp 69,4 triliun, subsidi Rp 105,8 triliun (subsidi energi Rp 74,4 triliun dan non energi Rp 31,5 triliun), belanja hibah Rp 2 triliun dan belanja lain-lain Rp 1,4 triliun. Belanja pegawai Rp 102,9 triliun, belanja barang Rp 70,3 triliun, belanja modal Rp 35,6 triliun dan bantuan sosial Rp 49,2 triliun.

Realisasi belanja pegawai dan bansos sampai Juli lebih tinggi dari tahun sebelumnya karena pembayaran gaji dan tunjangan ke-13 serta pelaksanaan program simpanan keluarga sejahtera melalui Kartu Keluarga Sejahtera. (Fik/Ahm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya