REVIEW Detective Conan: Sunflowers of Inferno

Detective Conan: Sunflowers of Inferno memperlihatkan Conan Edogawa yang berhadapan kembali dengan salah satu rival terkuatnya, Kaito Kid.

oleh Ruly Riantrisnanto diperbarui 06 Agu 2015, 15:20 WIB
Trailer dengan teks bahasa Inggris untuk anime Detective Conan: Sunflowers of Inferno sebagai film ke-19, baru saja dirilis.

Liputan6.com, Jakarta Aksi Shinichi Kudo alias Conan Edogawa telah kembali di layar lebar melalui film yang ke-19, Detective Conan: Sunflowers of Inferno. Di sini, kita bisa melihat detektif remaja yang menjelma menjadi anak SD itu berhadapan kembali dengan rival tetapnya, Kaito Kid (Kid Si Pencuri).

Lukisan Bunga Matahari karya Van Gogh yang sempat dinyatakan hilang selama Perang Dunia II, menjadi tema utama cerita film ini. Di awal film, kita akan melihat kejanggalan Kid yang tampaknya memilih untuk melakukan pencurian terhadap lukisan Bunga Matahari.

Kaito Kid dalam Detective Conan: Sunflowers of Inferno. (YTV/Toho)

Padahal, Conan selama ini menyadari bahwa Kid hanya tertarik dengan permata, seperti yang dijelaskan melalui cerita-cerita sebelumnya. Misteri keterlibatan Kid dalam pencurian lukisan pun menjadi andalan film ini sejak awal hingga akhir.

Konflik di dalamnya bermula ketika Jirokichi Suzuki, paman dari Sonoko Suzuki memenangkan lelang lukisan Bunga Matahari di New York, AS. Ia pun mengaku telah melengkapi koleksi lukisan yang selama ini dikumpulkannya dengan susah payah.

Detective Conan: Sunflowers of Inferno memperlihatkan Conan Edogawa yang berhadapan kembali dengan salah satu rival terkuatnya, Kaito Kid.

Kemunculan Kid di malam lelang itu, menimbulkan kecurigaan yang mendalam terhadap perubahan motif Kid yang tak biasanya tertarik dengan hal-hal di luar permata. Akhirnya, Jirokichi pun meminta tim Tujuh Samurai pilihannya, termasuk Kogoro Mori yang tak datang, untuk mengamankan lukisan yang dibelinya.

Selama perjalanan kembali ke Jepang, Kid muncul lagi dengan sebuah insiden di pesawat yang mengancam nyawa enam anggota Tujuh samurai beserta Jirokichi dan Sonoko. Akhirnya, diketahuilah bahwa lukisan tersebut akan dipamerkan di galeri Lake Rock milik Jirokichi.

Usai insiden itu, Kid yang berhasil mengambil lukisan dari pesawat pun tampak meneror setiap kegiatan yang berkaitan dengan lukisan Bunga Matahari. Namun begitu, barulah diketahui ada yang tak beres dengan rentetan kejadian itu.

Detective Conan: Sunflowers of Inferno memperlihatkan Conan Edogawa yang berhadapan kembali dengan salah satu rival terkuatnya, Kaito Kid.

Sehingga apa yang terjadi selama ini, membuat Conan berpikir keras untuk menemukan motif sesungguhnya Kid serta siapa saja yang terlibat di dalam teror lukisan Bunga Matahari itu. Kecurigaan dan usaha keras Conan pun membawa hasil yang harus dibayar dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri.

Konsep yang ditawarkan dalam Detective Conan: Sunflowers of Inferno sebetulnya cukup menarik dan bisa membuat fans gembira. Pasalnya, di sini kita bisa melihat kembali aksi Kaito Kid yang memang ditampilkan dengan sangat keren.

Detective Conan: Sunflowers of Inferno memperlihatkan Conan Edogawa yang berhadapan kembali dengan salah satu rival terkuatnya, Kaito Kid.

Kecanggihan teknologi yang unik demi menjaga berbagai Lukisan Bunga Matahari di sebuah pameran, memang tampak menarik untuk disimak. Motif Kid pun memiliki alasan yang sulit ditebak oleh para penonton.

Namun entah mengapa, alur film ini terasa lambat dan agak jenuh untuk diikuti secara intens. Banyak penjelasan-penjelasan yang dikemas secara biasa. Sehingga, beberapa fans pun beranggapan lebih baik film ini menjadi bagian dari salah satu episode televisi atau edisi spesial saja.

Detective Conan: Sunflowers of Inferno memperlihatkan Conan Edogawa yang berhadapan kembali dengan salah satu rival terkuatnya, Kaito Kid.

Memang bagian tengah film ini kurang diarahkan secara baik oleh Kobun Shizuno. Berbeda dengan film sebelumnya, Detective Conan: Dimensional Sniper yang sejak awal membuat para penonton penasaran terhadap pelaku sesungguhnya dengan klimaks yang tak mengecewakan.

Film ini masih tergolong standar dalam menggambarkan motif pelaku yang sebenarnya hingga ia berani mengincar lukisan bersejarah Perang Dunia II itu. Apalagi, fokus penonton kurang bisa dimainkan secara baik yang berujung pada kurang istimewanya adegan klimaks.

Secara keseluruhan, Detective Conan: Sunflowers of Inferno bukanlah film terbaik dari franchise Detektif Conan yang pernah ditawarkan oleh studio film Toho. Padahal, watak karakter ciptaan Gosho Aoyama ini sudah dibangun dengan sangat baik.

Detective Conan: Sunflowers of Inferno memperlihatkan Conan Edogawa yang berhadapan kembali dengan salah satu rival terkuatnya, Kaito Kid.

Satu hal lagi yang patut disayangkan, penerjemahan bahasa Indonesia untuk film ini tergolong sangat tidak sempurna. Walaupun disediakan teks bahasa Inggris, namun tetap saja penonton yang tak mahir berbahasa Inggris dan Jepang bakal kesulitan untuk menangkap dialog yang ada. Gaya teks dari mesin penerjemah pun masih sangat terasa. Semoga ini menjadi pembelajaran bagi distributor film Jepang di Indonesia.

Alhasil dengan segala kelebihan dan kekurangannya, rasanya fans anime dan manga terutama Detektif Conan, tak layak untuk melewatkan Detective Conan: Sunflowers of Inferno. Filmnya sendiri telah tayang di bioskop Blitzmegaplex seluruh Indonesia. (Rul/Feb)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya