Liputan6.com, Jakarta - Batas waktu kewajiban pengelolaan dan pemurnian mineral tinggal 2 tahun lagi. Namun sampai saat ini masih banyak masalah dalam pembangunan fasilitas pengelolaan dan pemurnian mineral (smelter) tersebut.
Kepala sub Bidang Pengawasan Pengoperasian, Produksi dan Operasi Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Syamsu Daliend membocorkan permasalahan yang menghambat proyek smelter di Tanah Air.
Advertisement
Syamsu mengungkapkan masalah pertama berasal dari pemerintah sendiri yaitu koordinasi yang masih lemah antar instansi. Selain itu, banyaknya perizinan yang harus ditempuh untuk membangun smelter juga menjadi masalah tersendiri.
"Hambatan hilirisasi, komitmen kita menjalankan ketentuan kordinasi yang lemah. Hambatan perizinan itu sekitar 57, kalau rata-rata satu bulan satu izin jadi 57 bulan, berapa tahun itu?," kata Syamsu di Jakarta, Kamis (6/8/2015).
Ia menambahkan, masalah berikutnya adalah data cadangan yang akurat menjadi poin penting dalam pelaksanaan hilirisasi komoditas mineral. Padahal, keakuratan data cadangan mineral dapat memudahkan dalam pemetaan pembangunan smelter.
"Tapi sayangnya di kita data cadangan belum begitu akurat. Ini jadi problem sebenarnya berapa si cadangannya," tutur dia.
Ia mengungkapkan, masalah lain adalah faslitas penunjang pembangunan smelter, yaitu infrastruktur dan pasokan listrik yang belum memadai, sehingga investor harus merogoh kocek lebih dalam untuk membangun smelter.
"Berikutnya paling penting sektor pendukungnya, infratruktur jadi persoalan juga, karena mendirikan smelter butuh infrastruktur cukup untuk mobilisasi peralatan yang membangun itu, energi juga penting," pungkasnya.(Pew/Nrm)