Liputan6.com, Jakarta - Penerimaan negara dari sektor pajak hingga akhir Juli ini tercatat Rp 531,11 triliun. Jumlah tersebut belum sanggup mengejar separuh dari target penerimaan pajak yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 yaitu sebesar Rp 1.294,26 triliun. Meski masih jauh dari patokan, pemerintah optimistis bisa menggenjot pendapatan pajak yang prediksi bakal terjadi penurunan atau shortfall di angka Rp 120 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengatakan, Direktorat Jenderal Pajak akan memanfaatkan Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015 untuk memacu penerimaan dari pembetulan SPT 5 tahun terakhir.
"Di Tahun Pembinaan Wajib Pajak, orang kan masih boleh membayar kekurangan pajak 5 tahun terakhir sampai akhir tahun ini. Jadi boleh dicicil juga, dan kami akan bebaskan denda jika bayar pajak hingga 2015," tutur dia di kantornya, Jakarta, Jumat (7/8/2015).
Menurutnya, pembayaran pajak atau pelunasan setoran kekurangan pajak 5 tahun terakhir akan menumpuk di akhir tahun. Hal ini sama seperti pengalaman tahun-tahun sebelumnya, di mana penerimaan pajak akan lebih tinggi di semester II dibanding semester I.
Namun demikian, Bambang menegaskan, bukan berarti Ditjen Pajak menahan restitusi pajak sehingga diperbaiki dengan faktur elektronik agar pengembalian atas kelebihan pajak bisa dibuktikan secara benar.
"Di masa lalu banyak restitusi yang tidak benar, tapi kita tidak bisa buktikan. Kebocoran karena restitusi sangat besar lantaran banyak yang fiktif. Jadi pakai e-faktur," terangnya.
Bambang berharap, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) masih bertumbuh dari penerapan Tahun Pembinaan Wajib Pajak yang bukan hanya berlaku untuk perbaikan Pajak Penghasilan (PPh) tapi juga PPN.
"Kalau mengikuti ekonomi, pasti penerimaan pajak turun, makanya kami bikin kebijakan. Penerimaan tahun ini tidak hanya menggantungkan pertumbuhan semata," jelas Bambang.
Realisasi penerimaan pajak
Dari data Ditjen Pajak, sepanjang semester I 2015, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 531,114 triliun. Dari target penerimaan pajak yang ditetapkan sesuai APBN-P 2015 sebesar Rp 1.294,26 triliun, realisasi penerimaan pajak mencapai 41,04 persen.
Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas, sebagai satu-satunya sektor yang bertumbuh, sebesar Rp 293,521 triliun. Angka ini lebih tinggi 13,55 persen dibandingkan periode yang sama di 2014 dimana PPh Non Migas tercatat sebesar Rp 258,486 triliun.
Ditjen Pajak juga mencatat adanya penurunan pertumbuhan dari PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 22 Impor. Penurunan tertinggi dicatatkan PPh Pasal 22 Impor yakni 8,52 persen atau sebesar Rp 23,680 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 25,886 triliun.
Berdasarkan data Bank Indonesia, perlambatan ekonomi masih terasa hingga awal kuartal III tahun 2015 yang ditandai dengan melemahnya kurs Rupiah hingga menembus Rp 13.500 per dolar Amerika Serikat (AS) dan penurunan impor Indonesia dari awal tahun hingga akhir Juli 2015. Keseluruhan kondisi makro ekonomi tersebut berkontribusi terhadap penurunan pertumbuhan PPh Pasal 22 Impor.
Penurunan impor juga berpengaruh pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Impor yang mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 13,18 persen atau sebesar Rp 74,179 triliun dibandingkan periode yang sama di 2014 sebesar Rp 85,433 triliun.
Demikian pula halnya dengan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Impor yang juga mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 25,43 persen atau sebesar Rp 2,583 triliun dibandingkan periode yang sama di 2014 sebesar Rp 3,463 triliun.
Advertisement
Perlambatan ekonomi juga memicu penurunan konsumsi dalam negeri yang berkontribusi pada penurunan penerimaan PPN Dalam Negeri 0,46 persen atau sebesar Rp 120,534 triliun dibandingkan periode yang sama di 2014 sebesar Rp 121,040 triliun.
Penurunan ini juga terjadi atas konsumsi atas barang mewah yang berdampak pada penurunan pertumbuhan PPnBM Dalam Negeri 14,09 persen atau sebesar Rp 5,235 triliun dibandingkan periode yang sama di 2014 sebesar Rp 6,093 triliun.
Penurunan terbesar PPnBM Dalam Negeri dipicu oleh kebijakan Pemerintah yang menghapus beberapa barang dari daftar barang mewah yang wajib dikenakan PPnBM.
Sektor PPh Migas masih mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 39,52 persen atau sebesar Rp 31,375 triliun dibandingkan periode yang sama di 2014 sebesar Rp 51,876 triliun. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan target pajak, PPh Migas mencatatkan prosentase penerimaan yang lebih baik yakni 63,34 persen dibandingkan periode yang sama di 2014 sebesar 61,84 persen.
Penurunan pertumbuhan yang besar juga dicatatkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yakni 46,84 persen atau sebesar Rp 558,07 miliar dibandingkan periode yang sama di 2014 sebesar Rp 1.049,73 miliar.
Salah satu penyebab penurunan pertumbuhan PBB adalah belum terealisasinya pemindahbukuan dari rekening Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke rekening penerimaan pajak. Selain itu, diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 267/PMK.011 tahun 2014 tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi Pada Tahap Eksplorasi juga turut berkontribusi pada penurunan pertumbuhan PBB. (Fik/Gdn)