‎Dituding Sabotase Aset Negara, Ini Pembelaan Pekerja JICT

Bos Pelindo II RJ Lino melaporkan oknum yang terlibat aksi mogok kerja di Jakarta International Terminal Countainer (JICT).

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 08 Agu 2015, 12:40 WIB
Truk peti kemas tertahan di gerbang pintu masuk JICT, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (28/7/2015). Kegiatan distribusi barang dan peti kemas dari dan ke pelabuhan lumpuh akibat aksi mogok pekerja JICT. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta- Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) RJ Lino mengaku telah melaporkan beberapa pihak yang terkait aksi pemogokan kerja beberapa waktu lalu di Jakarta International Terminal Countainer (JICT).

Pelaporan pihak-pihak tertentu tersebut dilakukan mengingat tindak pemogokan merupakan bentuk sabotase dari aset negara yang menyebabkan kerugian masyarakat.

Menanggapi hal itu, Serikat Pekerja JICT mengaku‎ apa yang dilakukannya itu hanya aksi solidaritas yang tidak seharusnya dilaporkan berujung pelaporan ke pihak kepolisian.

"SP tidak pernah melakukan sabotase sebagaimana yang dituduhkan Lino. Yang terjadi pada 28 Juli 2015 adalah aksi solidaritas para pekerja di JICT sebagai respons atas pemecatan secara sewenang-wenang dua anggota SP malam sebelumnya," kata Ketua SP JICT‎ Nova Sofyan dalam keterangannya, Sabtu (8/8/2015).

Nova menjelaskan, aksi pemecatan tersebut yang dilakukan Bos Pelindo II dinilai tidak beralasan dan tanpa melalui prosedur peraturan perundangan yang benar. Untuk itu, Dia meminta Kapolda Metro Jaya turun tangan agar Lino patuh para peraturan perundangan.

"Begitu Lino bersedia patuh pada peraturan perundangan, anggota SP kembali bekerja," tegasnya.

Namun demikian, Nova mengaku tetap berharap kepada menejemen Pelindo II untuk tidak menjual begitu saja JICT kepada pihak asing tanpa mengikuti ketentuan UU Pelayaran 2008 yang menyatakan pemberian konsesi seharusnya memperoleh persetujuan Menteri Perhubungan.

Dalam pandangan SP, JICT adalah sebuah aset negara yang memiliki manfaat ekonomi yang sangat besar bagi bangsa Indonesia.

"Kalaupun ada gagasan untuk melibatkan pihak asing dalam hal pemilikan dan pengelolaan, itu harus dilakukan dengan cara berhati-hati, membawa manfaat terbesar bagi bangsa Indonesia dan tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia," papar Nova.‎ (Yas/Ndw)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya