Liputan6.com, Ciamis - Musim kemarau yang parah tidak hanya membuat warga kesulitan, tapi termasuk juga Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Seperti PDAM Tirta Galuh, Ciamis, Jawa Barat yang telah mengurangi pasokan menyusul semakin langkanya aliran air Sungai Cileer.
Sementara kelangkaan air ini justru mengilhami seorang petani muda dan beralih profesi menjadi penjual air.
Advertisement
Seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Senin (10/8/2015), musim kemarau yang panjang satu per satu mulai memakan korbannya di Jawa Barat. Warga Ciamis kini mengeluhkan buruknya pasokan air dari PDAM setempat. Mereka terpaksa harus menunggu seharian, itu pun tak menjamin air akan datang.
Ini disebabkan karena turunnya produksi PDAM Tirta Galuh menyusul langkanya pasokan air dari sungai Cileer di Desa Imbanegara. Satu bak pengolahan bahkan berhenti beroperas. Menurunnya pasokan air terlihat dari 2 pipa pemasok dan hanya satu yang mengalir, itu pun hanya separuh.
Ini membuat pasokan air ke pelanggan dibatasi dari pagi dini hari hingga pukul 15.00 WIB saja. Itu karena sungai Cileer juga dipakai warga untuk mandi, cuci, dan pengairan sawah serta kolam ikan.
Selama ini PDAM Ciamis hanya mengandalkan sungai Cileer sebagai pemasok airnya. Namun saat kemarau seperti ini PDAM tak mampu melayani maksimal 7.200 pelanggannya.
Langkanya air juga membuat petani kesulitan karena lahan mereka tak memperoleh komoditi berharga itu. Melihat hal tersebut, seorang pemuda di Tasikmalaya mendapatkan ide.
Ia beralih profesi dari petani menjadi penjual air bersih keliling. Sudah sebulan terakhir pemuda bernama Dudus ini melakoni profesi barunya itu.
Sepeda motor tua miliknya dimodifikasi hingga bisa membuat 3 jeriken pengangkut air. Ia lalu berkeliling menyusuri gang menawarkan air yang diambilnya dari mata air perbukitan.
Satu jeriken 30 liter dijualnya seharga Rp 2500. Dalam sehari ia bisa 20 kali bolak-balik dari mata air ke permukiman.
Warga menilai jasa Dudus ini jauh lebih murah ketimbang harus membeli air isi ulang kemasan. Apalagi Dudus tak segan memikul jeriken air dan memasukkannya langsung ke bak penampungan air.
Kekeringan memang selalu mendera kecamatan Cigalontang, Tasikmalaya tiap kali kemarau tiba. Warga yang tak memliki uang untuk membeli air harus mengambil sendiri air bersih itu ke sumber air yang berjarak 2 km dari rumah mereka. (Nda/Ado)