Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung tertekan pada perdagangan saham di awal pekan ini. Sentimen negatif dari global terutama kekhawatiran ekonomi China melambat ditambah kenaikan suku bunga Amerika Serikat akan segera dilakukan pada 2015 mempengaruhi laju IHSG.
Pada penutupan perdagangan saham Senin (10/8/2015), IHSG melemah 21,35 poin (0,45 persen) ke level 4.748,94. Indeks saham LQ45 turun 0,44 persen ke level 807,90. Sebagian besar indeks saham acuan tertekan kecuali indeks saham DBX naik 0,45 persen ke level 687,44.
Advertisement
Ada sebanyak 194 saham melemah sehingga menyeret IHSG ke zona merah. Akan tetapi, 76 saham menghijau dan 87 saham lainnya diam di tempat. Transaksi perdagangan saham hari ini tidak terlalu ramai. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 147.325 kali dengan volume perdagangan 4,22 miliar saham. Nilai transaksi harian saham sekitar Rp 3,4 triliun.
Secara sektoral, sepuluh sektor saham tertekan. Sektor saham perkebunan turun 1,38 persen, sehingga memimpin penurunan sektor saham. Lalu disusul sektor saham aneka industri tergelincir 1,30 persen, dan sektor saham industri dasar merosot 1,28 persen.
Berdasarkan data RTI, investor asing masih melanjutkan aksi jual. Investor asing melakukan aksi jual sekitar Rp 100 miliar. Sedangkan pemodal lokal melakukan aksi beli bersih sekitar Rp 100 miliar.
Saham-saham yang menggerakkan indeks saham dan mencatatkan keuntungan antara lain saham META naik 9,09 persen ke level Rp 180 per saham, saham ENRG mendaki 9,26 persen ke level Rp 59 per saham, dan saham KRAH menanjak 6,17 persen ke level Rp 2.065 per saham.
Saham-saham berkapitalisasi besar pun cenderung tertekan. Saham ASII turun 1,52 persen ke level Rp 6.500 per saham, saham UNVR melemah 0,65 persen ke level Rp 38.450 per saham, dan saham SMGR susut 2,51 persen ke level Rp 9.700 per saham.
Analis PT First Asia Capital, David Sutyanto menuturkan sentimen global dan internal mempengaruhi laju IHSG. Pelaku pasar khawatir terhadap perlambatan ekonomi China. Data ekonomi China menunjukkan kalau ekspor China turun 8,3 persen pada Juli, dan angka ini terbesar dalam empat bulan. Hal itu juga jauh lebih buruk dari apa yang diperkirakan ekonomi. Selain itu, harga produsen turun menjadi 5,4 persen sehingga mendorong harga grosir sentuh level terendah sejak akhir 2009.
Dari Amerika Serikat (AS), pelaku pasar berspekulasi kalau bank sentral AS/The Federal Reserve akan menaikkan suku bunga pada September. "Data ekonomi AS baik membuat spekulasi kalau The Federal Reserve akan segera menaikkan suku bunga pada tahun ini," kata David saat dihubungi Liputan6.com.
Transaksi harian saham relatif sepi hari ini, David menilai, hal itu terjadi lantaran pelaku pasar masih wait and see realisasi janji pemerintah terutama soal penyerapan anggaran. "Belanja negara masih kecil. Jadi lihat bagaimana penyerapan anggaran ke depan. Tekanan negatif cukup banyak," tutur David. (Ahm/Gdn)