Rupiah Berpotensi Tembus 13.700 per Dolar AS

Kebijakan BI dalam penggunaan mata uang rupiah di wilayah NKRI belum maksimal karena kesulitan penegakan hukum.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 11 Agu 2015, 09:45 WIB
Rupiah Melemah

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia diperkirakan masih akan terus-menerus mengalami depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sampai kepastian penyesuaian suku bunga acuan The Federal Reserve berakhir. Nilai tukar rupiah berpotensi menyentuh 13.700 per dolar AS.

Demikian diramalkan Kepala Ekonom PT Bank Danamon Tbk, Anton Hendranata. "Kurs rupiah diprediksi terus melemah sampai ke level 13.700 per dolar AS sampai ada kepastian kenaikan Fed Fund Rate. Isunya kebijakan itu dimulai September atau hingga Desember, tapi cuma The Fed dan Yellen (Gubernur The Fed) yang tahu‎," tegas dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (11/8/2015).

Menurut Anton, nilai mata uang dolar AS Rp 13.700 sudah ‎dalam level hati-hati atau lampu kuning mengingat persepsi pasar semakin negatif terhadap kondisi perekonomian global.

Parahnya lagi, sambung dia, pelaku pasar makin berspekulasi menanti pelemahan rupiah lebih dalam ke level 14.000 per dolar AS.

"Kalau sampai terus melemah, bisa krisis mata yang. Bank Indonesia sudah tidak punya keleluasaan menurunkan suku bunga acuan, intervensi tidak mudah dalam situasi sekarang, karena memaksakan intervensi (menggerus cadangan devisa) berlebihan ibarat menggarami air laut," terang dia.

Lanjutnya, kebijakan BI dalam penggunaan mata uang rupiah di wilayah NKRI belum maksimal karena kesulitan penegakan hukum mengingat masih banyak hotel dan importir yang bertransaksi memakai dolar AS di Indonesia.

Kuncinya, tambah Anton, pemerintah Joko Widodo (Jokowi) harus membalikkan keadaan perekonomian Indonesia di semester II 2015. Selanjutnya, menjaga inflasi karena ada potensi risiko El Nino sehingga mengakibatkan produksi pangan terganggu.

"Lalu strategi berikutnya menggenjot investasi. Pemerintah perlu memberi contoh ke swasta bahwa penyerapan anggaran untuk investasi lewat BUMN berjalan maksimal. Bagaimana swasta mau ikut investasi, kalau belanja modal pemerintah saja masih rendah di semester I. Jadi buktikan dulu," tandas dia. (Fik/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya