Liputan6.com, New York - Harga minyak berjangka menguat di awal pekan ini meski ada kekhawatiran pasokan minyak. Hal itu ditambah sentimen dolar Amerika Serikat (AS) melemah sehingga berdampak ke harga minyak.
Harga minyak acuan Amerika Serikat (AS), West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September naik US$ 1,09 atau 2,5 persen menjadi US$ 44,96 per barel. Sementara itu, harga minyak September naik 3,7 persen atau US$ 1,8 menjadi US$ 50,41 per barel. Meski harga minyak melonjak, prediksi analis terhadap prospek harga minyak cenderung suram dalam jangka pendek.
Advertisement
Sebelumnya harga minyak dipengaruhi dari penurunan persediaan minyak mentah AS diimbangi dengan kenaikan persediaan bensin dan produk lainnya. Jumlah rig AS juga terus meningkat. Sementara itu, data ekonomi China menambah kekhawatiran penurunan permintaan.
"Ada beberapa alasan dan verifikasi harga minyak mentah rendah saat ini antara lain reli kuat dolar AS, tren fundamental minyak melemah, dan perlambatan terbaru dari ekonomi China," ujar Myrto Sokou, Analis Sucden Financial seperti dikutip dari laman Marketwatch, Selasa (11/8/2015).
Ia menambahkan, investor juga cenderung bersikap hati-hati di tengah peningkatan suku bunga AS pada September 2015. "Kami segera bisa melihat harga minyak mentah kembali ke US$ 40 per barel," ujar Sokou.
Dolar AS melemah pun membuat reli terhadap harga komoditas. Banyak komoditas telah jatuh tajam sepanjang 2015, sebagian karena dolar AS menguat membuat komoditas lebih mahal bagi pengguna mata uang lainnya. Adapun reli dolar AS terhenti seiring Wakil Pimpinan bank sentral AS/The Federal Reserve Stanley Fischer mengatakan kalau bank sentral AS mungkin tidak menaikkan suku bunga hingga inflasi mencapai 2 persen. (Ahm/Ndw)