Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi China melambat masih memberikan terhadap ekspor batu bara domestik. Hal itu berdampak terhadap kinerja emiten batu bara termasuk PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
Penjualan perseroan naik tipis 1,26 persen Year on Year (YoY) dari Rp 6,42 triliun menjadi Rp 6,51 triliun. Akan tetapi, volume penjualan naik 2 persen YoY menjadi 9,03 juta ton. Laba bersih turun 31,22 persen YoY dari Rp 1,16 triliun menjadi Rp 794,85 miliar pada semester I 2015.
Advertisement
Dalam riset PT Henan Putihrai menyebutkan, realisasi penjualan batu bara perseroan di semester I menunjukkan 37,8 persen dari target penjualan perseroan sepanjang 2015 sebesar 24 juta ton batu bara. Hal itu masih mengindikasikan lemahnya penjualan selama semester I 2015 seiring dengan berlanjutnya pelemahan ekonomi global.
Analis PT Samuel Sekuritas, Todd Showalter menilai kinerja PT Bukit Asam Tbk didukung oleh rasio stripping atau volume masa batuan yang dibongkar dengan batu bara lebih rendah pada kuartal II 2015 mendorong margin lebih tinggi. Margin kotor naik 560 basis poin (bps) yang didorong pengurangan stripping rtio menjadi 4,5 kali.
Selain itu, harga rata-rata penjualan turun 14,8 persen sehingga menekan laba bersih sekitar 31 persen pada semester I 2015. Sementara itu, stripping ratio naik 8,6 persen menyebabkan laba kotor turun 670 bps menjadi 26,3 persen. "Volume penjualan batu bara naik 2 persen YoY seiring masih menunggu penyelesaian jalur kereta api double track pada 2015," ujar Todd.
Kinerja Bukit Asam diperkirakan masih dibayangi sejumlah sentimen negatif. Kondisi penurunan harga minyak sebagai barang substitusi juga dapat berdampak negatif terhadap permintaan batu bara. "Namun penundaan kenaikan tarif royalti akan sedikit menurunkan sentimen negatif pada Bukit Asam," tulis riset PT Henan Putihrai.
Todd juga menilai, ekonomi dan impor batu bara China melambat masih akan menjadi tekanan bagi produsen batu bara termasuk Bukit Asam. Pihaknya tidak mengubah harga batu bara pada 2015-2018, namun memangkas harga acuan batu bara jangka panjang dari US$ 75/ton menjadi US$ 70 per ton. "Hal itu mempertimbangkan risiko impor batu bara China melambat," tutur Todd.
Pihaknya pun mengurangi asumsi royalti batu bara dan dana perseroan. Akan tetapi, pihaknya menaikkan laba bersih Bukit Asam naik 19 persen menjadi Rp 1,9 triliun.
PT Bukit Asam Tbk juga dinilai menghadapi potensial risiko antara lain eksposur tinggi terhadap kebijakan pemerintah seperti kenaikan tarif royal dan penentuan harga rata-rata penjualan kepada PLN.
Kemudian kendala dihadapi perseroan seperti pembebasan lahan, perizinan oleh pemerintah daerah, permasalahan hukum dan kontraktor tak punya kapasitas. "Lambatnya proses penunjukan IPP juga dapat memperlambat rencana pemerintah dalam realisasi pembangkit listrik baru sebesar 35 GW selama lima tahun mendatang," tulis riset itu.
Meski demikian, PTBA masih menjadi pilihan jangka panjang untuk pelaku pasar. Hal itu melihat pasar domestik PTBA berada di atas 50 persen. Perseroan juga memiliki keuangan sehat memberikan fleksibilitas bagi perusahaan untuk membangun pembangkit listrik.
Kepala Riset PT NH Korindo Securities, Reza Priyambada menuturkan kinerja emiten batu bara tertekan dipicu dari tren harga batu bara melemah. Hal ini diperparah dengan kebijakan China mendevaluasi atau melemah mata uang Yuan. Pelemahan Yuan berdampak terhadap batu bara.
"Melemahnya Yuan menguatkan dolar Amerika Serikat (AS). Dengan menguatkan dolar AS maka nilai batu bara turun, pelaku pasar lebih tertarik dengan dolar AS. Ini beda cerita jika dolar AS menguat diikuti permintaan batu bara meningkat sehingga mendongkrak harga batu bara," ujar Reza saat dihubungi Liputan6.com.
Rekomendasi Saham
Todd merekomendasikan hold saham PTBA dengan target harga Rp 6.800. Hal itu merefleksikan 10,1 price earning ratio (PER) pada 2015. Pihaknya masih melihat kantalis positif untuk PT Bukit Asam Tbk dengan mempertimbangkan kondisi harga batu bara tertekan seiring impor batu bara dari China melemah. Sedangkan target harga dari Henan Putihrai di kisaran Rp 6.325 per saham. (Ilh/Ahm)