Menkeu Bantah Rupiah Melemah Karena Reshuffle Kabinet

Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan, ada ekspektasi berlebihan terhadap Yuan tekan rupiah.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 12 Agu 2015, 13:59 WIB
Bambang Brodjonegoro (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro membantah penguatan dolar Amerika Serikat (AS) terpengaruh rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk merombak susunan menteri di kabinet kerja atau reshuffle kabinet kerja.

Bambang mengatakan, nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat hingga sentuh 13.800 per dolar disebabkan oleh sentimen pasar terhadap mata uang China Yuan.

"Ya pokoknya itu saja, jadi adalah pure dan akan ditenangkan oleh Bank Indonesia," kata Bambang, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (12/8/2015).

Bambang menegaskan, penguatan dolar AS terhadap rupiah yang terjadi belakangan ini bukan terpengaruh rencana perombakanan kabinet yang dilakukan Presiden Joko Widodo.

"Tidak, ini murni. Kami sudah diinformasikan BI yang ada di pasar bahwa ini purely ekspektasi yang berlebihan terhadap Yuan," tutur Bambang.

Ketika ditanyakan tentang detil perombakan kabinet, Bambang enggan berbicara. Ia hanya menyarankan rekan media datang ke Istana Presiden pukul 13.00 nanti. "Nanti ke istana saja jam 1," pungkasnya.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah menyentuh level terendah sejak 1998 pada perdagangan Rabu pekan ini. Sentimen yang memberikan tekanan kepada rupiah adalah devaluasi mata uang China Yuan, ketidakpastian kenaikan suku bunga AS dan melambatnya pertumbuhan Ekonomi Indonesia.

Mengutip data Bloomberg, rupiah sempat menyentuh level 13.820 per dolar AS pada pukul 09.55 WIB. Level tersebut merupakan level terendah dalam 17 tahun terakhir setelah sempat menyentuh level 15.000 pada 1998 lalu.

Sementara kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah menjadi 13.758 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya yang berada di level 13.541 per dolar AS.

Negeri tirai bambu pada Selasa 11 Agustus kemarin, mendevaluasi mata uang Yuan hingga 1,9 persen. Langkah devaluasi tersebut memang sengaja dilakukan untuk mendorong produk ekspor China agar lebih kompetitif di pasar internasional. pemerintah China sedang mencoba berbagai cara agar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi ke level yang lebih tinggi.

Dalam beberapa kuartal terakhir, Pertumbuhan China terus berada di level 7 persen. Padahal selama beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi China terus berada di atas level 10 persen.

Ekonom PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova mengatakan, dalmpak devaluasi Yuan terhadap rupiah tidak terlalu besar. Menurutnya, justru rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat yang cukup menekan indeks dan akan berlangsung cukup lama.

"Jika hanya devaluasi Yuan kemungkinan (pelemahan rupiah) hanya sementara, yang lama itukan suku bunga AS (rencana kenaikan suku bunga AS)" kata Rully. (Pew/Ahm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya