Liputan6.com, Jakarta - Beberapa hari sebelum Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, terjadi perdebatan dan keinginan berbeda antara golongan tua dan kaum pemuda kala itu.
Sejak mengetahui Jepang menyerah pada sekutu karena dijatuhkannya bom atom pada 6 dan 9 Agustus 1945 di Hiroshima dan Nagasaki, para pemuda yang bergerak secara 'underground' mendesak pemimpin bangsa, Sukarno dan Mohammad Hatta segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Namun, Sukarno dan Hatta yang mewakili golongan tua bersikeras untuk tidak terburu-buru mendeklarasikan kemerdekaan.
Advertisement
Sejarawan JJ Rizal mengutarakan salah satu alasan Sukarno dan Hatta tak mau menuruti keinginan kaum pemuda itu. Yakni kekuatan Jepang saat itu masih sangat powerfull.
"Jepang masih powerfull. Jepang masih punya senjata, dan Jepang itu kejam sekali," ujar Rizal saat berkunjung ke kantor Liputan6.com, Jakarta, Kamis (13/8/2015).
Namun, para pemuda terus mendesak Sukarno dan Hatta segera menyusun proklamasi kemerdekaan Indonesia. Di mana lagi-lagi desakan itu dimentahkan oleh Dwi Tunggal tersebut.
"Memang para pemuda itu pengen banget mendorong kemerdekaan Indonesia," ujar Rizal.
Di tengah desakan yang tidak digubris, para pemuda ini sebetulnya sudah mulai frustasi. Bahkan, Sutan Sjahrir yang mewakili kaum pemuda garis keras sampai-sampai sudah membuat teks proklamasi sendiri. Teks proklamasi itu ditulis Sjahrir pada 14 Agustus 1945.
"Sjahrir sudah bikin teks proklamasi. Jadi banyak orang tidak tahu, teks proklamasi itu ada 2, yang dibuat Sukarno dan Hatta di rumah Maeda, dan versi sebelumnya ditulis pada 14 Agustus oleh Sjahrir," ujar Rizal.
Rizal menerangkan, teks proklamasi buatan Sjahrir itu panjang dan kalimat-kalimat di dalamnya seperti cerita pendek. Kata-kata yang ditulisnya itu bahkan berbau anti-Jepang dan dengan berapi-api.
"Dan itu Sjahrir ingin dibacakan oleh Sukarno. Tapi sekali lagi, mereka menolak. Dan akhirnya itu dibacakan di Cirebon. Di perempatan jalan, menurut Dokter Soedarsono, pada 15 Agustus," ucap Rizal.
Karena usaha ke sekian kalinya menemui jalan buntu, para pemuda yang putus asa itu kemudian kembali berunding. Di perundingan itu, mereka merencanakan 'penculikan' Sukarno-Hatta ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945 dini hari.
"Pemuda-pemuda itu berunding karena putus asa, akhirnya kita tangkap saja, paksa dan bawa keluar Bung Karno dan Bung Hatta dari Jakarta," kata Rizal.
Rizal menambahkan, keputusan 'penculikan' itu dilakukan di sebuah kafe bernama Kafe Hawaii. Kafe tersebut kala itu berada di kawasan Pasar Baru.
"Anehnya keputusan yang kemudian dikenal menculik itu dilakukan di sebuah kafe. Namanya keren, Kafe Hawaii. Di daerah Pasar Baru. Bayangkan, waktu itu pemuda memikirkan bangsa dengan cara yang paling keras di sebuah kafe. Kalau anak muda sekarang di kafe nggak tahu ngapain mereka?" kata Rizal. (Ali/Mar)