Liputan6.com, Jakarta - Indonesia mencatatkan defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2015 sebesar US$ 4,47 miliar atau 2,1 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan situasi ini sebenarnya tidak terbilang parah. Lantaran ekspor turun juga diikuti oleh impor sehingga masih seimbang.
Advertisement
"Situasi sebenarnya, defisit tapi ekspor dan impor juga turun. Jadi bukannya satu naik satu turun," ujar Darmin di Kantor BKPM, Jakarta, Jumat (14/8/2015).
Meski demikian, Indonesia tetap harus mewaspadai kinerja ekspor yang turun cepat akibat kondisi ekonomi global. Menurut Darmin, hal tersebut harus diatasi dengan secepat mungkin mendorong ekspor.
"Tapi ekspornya turun lebih cepat, defisitnya membesar. (Yang harus dilakukan) Ya harus ekspor," kata dia.
Untuk meningkatkan kinerja ekspor ini, lanjut dia, Indonesia harus fokus mengembangkan komoditas-komoditas yang menjadi andalan ekspor. Dengan demikian, maka kinerja ekspor akan terkoreksi membaik.
"Nah ada produksi industri tapi tidak banyak. Ada sumber daya alam, perkebunan, ya harus konsentrasi di situ. Tidak bisa ngarang-ngarang transaksi berjalan kecuali mengenai impor dan bicara ekspor. Faktanya kita itu defisitnya naik, padahal impornya turun, tapi ekspornya diturunkan," kata Darmin.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan nasional pada Juni 2015 surplus US$ 477 juta. Perolehan ini dipicu surplus sektor non migas sebesar US$ 1,59 miliar, walaupun sektor migas defisit US$ 1,12 miliar.
Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-Juni 2015 mencapai US$ 78,29 miliar. Angka ini turun 11,86 persen dibanding periode yang sama tahun 2014.
Nilai impor Januari–Juni 2015 mencapai US$ 73,94 miliar atau turun 17,81 persen dibanding periode yang sama tahun 2014. Kumulatif nilai impor terdiri dari impor migas US$ 13,10 miliar (turun 39,91 persen) dan nonmigas US$ 60,84 miliar (turun 10,74 persen). (Dny/Ahm)