Cerita Anak Laksamana Maeda soal Proklamasi Kemerdekaan

"Waktu itu, ayah saya sempat melihat akhir kalimat proklamasi, tapi dia tak mau ikut campur."

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 17 Agu 2015, 06:30 WIB
Nishimura Toaji putra dari Laksamana Maeda Tadashi berkunjung ke Museum Perumusan Naskah Proklamasi. (Liputan6.com/Nafiysul Qodar)

Liputan6.com, Jakarta - Nishimura Toaji, pria Jepang 73 tahun itu, mendatangi gedung tua di Jalan Imam Bonjol No 1, Menteng, Jakarta Pusat. Berpakaian serba putih, ia tiba di bangunan yang kini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi, sehari menjelang puncak perayaan HUT ke-70 Republik Indonesia.

Bukan tanpa tujuan. Toaji datang ke Jakarta atas rasa rindunya 70 tahun silam. Saat itu, Toaji kecil tinggal bersama ibu dan ayahnya seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang pada zaman Perang Dunia II zona Pasifik atau Perang Asia Timur Raya.

Ya, dia adalah putra Laksamana Tadashi Maeda. Kepala Penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat Balatentara Kekaisaran Jepang yang merelakan rumahnya dijadikan tempat menyusun naskah proklamasi oleh pelopor kemerdekaan Indonesia.

"Saya baru berusia 2 tahun saat naskah proklamasi dibacakan," ucap Toaji saat ditemui di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu 16 Agustus 2015.

Didampingi penerjemah dari Majapahit Admiration Community, Takajo Yoshiaki, Taoji mengaku merindukan tanah kelahirannya. Di usianya yang senja, ia ingin sekali lagi melihat kemajuan Kota Jakarta yang pernah dikunjunginya bersama sang ibu 21 tahun lalu.

"21 Tahun yang lalu saya sakit. Dan saya ke Jakarta dengan ibu. Untuk terakhir kali, saya ingin melihat Jakarta yang maju‎," tutur dia.


Ingatlah Indonesia

Nishimura Toaji putra dari Laksamana Maeda Tadashi berkunjung ke Museum Perumusan Naskah Proklamasi. (Liputan6.com/Nafiysul Qodar)

Ingatlah Indonesia

Toaji ternyata memiliki darah Indonesia. Ia lahir dari rahim perempuan keturunan Jepang-Indonesia bernama Nishimura Fumiko.

Fumiko sendiri lahir dari ayah berkebangsaan Jepang dan ibu keturunan Jawa. ‎Ibunda Fumiko diketahui berasal dari Kota Surabaya. Sementara Fumiko juga pernah tinggal di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.

Sebelum meninggal, Fumiko berpesan kepada anaknya agar selalu mengenang tanah kelahirannya, Indonesia. "Seminggu sebelum meninggal, ibu saya berpesan agar terus mengenang Indonesia."

Fumiko juga sempat mengutarakan maksud hati‎ ingin menemui saudaranya yang tinggal di Jakarta. Namun takdir berkehendak lain, nyawa sang ibunda lebih dulu menghadap Yang Maha Kuasa.

"Itulah alasannya kenapa saya ke sini‎. Karena adik ibu saya ada di Jakarta," ucap Taoji. ‎Kendati begitu, ia mengaku tidak tahu di mana kerabatnya itu tinggal saat ini.


Pesan Sang Ayah

Nishimura Toaji putra dari Laksamana Maeda Tadashi berkunjung ke Museum Perumusan Naskah Proklamasi. (Liputan6.com/Nafiysul Qodar)

Peran Sang Ayah

Kemerdekaan Indonesia memang bukan hadiah dari Jepang. Bukan pula kejutan secara tiba-tiba dari langit tanpa perjuangan. Kemerdekaan RI merupakan hasil jerih keringat para pejuang.

‎Namun tidak bisa dipungkiri, ada peran kecil Laksamana Maeda dalam perumusan naskah proklamasi. Ia memang tidak punya andil dalam penyusunan redaksi. Tapi Maeda punya keyakinan bahwa bangsa Indonesia berhak merdeka.

"Ayah saya cuma kasih waktu, kasih kesempatan saja, bukan memfasilitasi (kemerdekaan). Dia sangat senang, sangat cinta Indonesia, dan layak merdeka," kata Nishimura Taoji.

"Waktu itu, ayah saya sempat melihat akhir kalimat proklamasi, tapi dia tak mau ikut campur."

Laksamana Maeda kemudian ditangkap tentara Sekutu. Ia dijebloskan ke dalam penjara karena dianggap telah mengkhianati Sekutu dengan memberikan kesempatan Indonesia merdeka.

Nasib Maeda tak berhenti di situ. Pada 1974, perwira tinggi Angkatan Laut ini kembali ke negeri Matahari Terbit.‎ Setibanya di Tokyo, Maeda diadili di Mahkamah Militer Jepang. Namun ia tidak terbukti bersalah.

"Ayah saya menghadapi pengadilan. Ayah saya bilang tidak suka peperangan. Akhirnya dia dibebaskan tanpa syarat," ucap Toaji.

Setelah itu, Maeda memutuskan mundur dari karier di dunia militer dan politik. Ingin menjadi warga sipil biasa. Di hadapan anaknya, Maeda merupakan orang yang suka kebebasan. Bahkan ia bisa berperan sebagai teman untuk sang anak.

"‎Beliau orang yang tidak suka aturan protokoler. Sukanya bebas. Dia bahkan bukan seperti bapak saya, tapi jadi teman saya," kenang dia.

Memasuki usia 70 tahun, Laksamana Maeda kerap sakit-sakitan. Ia sempat dikunjungi Presiden Pertama RI, Sukarno ke Jepang. Maeda juga beberapa kali berkunjung ke Indonesia.

"Ayah saya jarang bercerita apa yang sedang dikerjakan di Jakarta," terangnya.


Abu Laksamana Maeda

Abu Laksamana Maeda

Kecintaan Laksamana Maeda dan keluarganya terhadap Indonesia cukup besar. ‎Bahkan ia sempat mengutarakan keinginannya untuk menetap di negara bekas jajahannya ini.

"Di akhir hayatnya, ayah mengaku sangat cinta Indonesia. ‎Dia sangat suka Indonesia. Dia ingin tinggal di sini," kata Taoji.

Atas kecintaan itu, ia berniat untuk melarung abu kedua orangtuanya ke Indonesia. Apalagi sang ibu memiliki darah Jawa-Jepang. Kendati, dia belum menentukan di daerah mana abu ayah dan ibunya itu akan ditabur.

‎"Mungkin tahun depan abunya akan ditabur di Indonesia. Jadi nanti abunya mau disatukan dengan tanah Indonesia. Atau ditabur di laut," ucapnya.

Sementara itu, Nishimura Toaji rencananya dijadwalkan bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada saat puncak peringatan HUT ke-70 RI, Senin (17/8/2015) ini. Anak tunggal Laksamana Maeda itu rencananya baru akan meninggalkan Indonesia, 20 Agustus mendatang. (Ali/Dan)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya