Liputan6.com, Honolulu - Fotografi tidak hanya sekadar memotret sebuah momen, tapi juga merupakan sebuah 'jendela khusus' untuk merasakan dunia dan berbagi hubungan dengan orang-orang di sekitarnya. Hal itulah yang dituturkan dan juga dirasakan oleh Diana Kim.
Ia pun menuturkan kisah haru yang ia rasakan sejak berusia 5 tahun, di mana tak pernah lagi bertemu sang ayah. Masa kecil perempuan yang kini berusia 30 tahun itu juga terbilang sulit. Ia harus hidup berpindah-pindah di rumah kerabat atau teman. Bahkan, kerap menghabiskan malam di sebuah taman atau mobil.
Advertisement
Kini, Kim telah memiliki hidup yang lebih baik, bersama dengan suami dan kedua anaknya. Ia juga menekuni dunia fotografi, yang dulu pernah diajarkan oleh ayahnya.
Sejak 2003, Kim mulai melakukan proyek pribadinya di awal tahun kuliah, dengan memotret tunawisma di jalanan.
"Dalam beberapa hal saya memiliki kesamaan dengan mereka. Saya tahu apa artinya dibuang dan diabaikan. Secara keseluruhan, saya mengerti perjuangan mereka, karena saya berjuang dengan cara yang sama," katanya kepada NextShark, dikutip My Modern Met pada Rabu (12/8/2015).
Proyek yang dilakukannya itu berujung pada dampak besar pada 2012, di mana Kim bertemu kembali dengan ayahnya yang telah menjadi seorang tunawisma lewat fotografi.
Dalam fotonya, pria itu terlihat kotor. Rambutnya kusut, menggunakan pakaian compang-camping, dan sangat tipis. Bahkan, ia sama sekali tidak mengenali Kim.
Selama 2 tahun, Kim terus kembali ke tempat di mana ayahnya berada. Perempuan itu juga mengetahui bahwa ayahnya terkena penyakit skizofrenia --gangguan mental yang ditandai dengan gangguan proses berpikir dan tanggapan emosi yang lemah.
Sang ayah saat itu menolak mendapatkan perawatan. Ia juga tidak mau minum obat, makan, mandi, atau memakai salah satu baju yang dibawa oleh Kim.
Walaupun tidak tampak harapan sedikit pun, Kim tak pernah putus asa menolong ayahnya.
Suatu ketika, pria itu terserang penyakit jantung dan ditemukan terbaring di trotoar oleh seseorang. Ia segera dibawa ke rumah sakit dan mendapatkan perawatan hingga kembali sehat.
Bahkan, saat ini sang ayah mulai mencari pekerjaan, menghabiskan waktu dengan teman-teman, serta berencana untuk mengunjungi keluarganya di Korea Selatan, seperti yang dikatakan Kim.
"Mengabadikan sebuah momen melalui lensa juga berarti mengabadikan perasaan saya juga. Tanpa kamera, mungkin saya akan merasa terlalu takut untuk mendekati ayah. Saya tidak mungkin bisa merasakan pengalaman yang sama jika saya tidak mempunyai tujuan untuk mendokumentasikan perjalanannya.
"Tujuan saya, sebelum bertemu ayah saya, adalah untuk memanusiakan mereka yang hidup di jalanan. Masing-masing dari mereka memiliki cerita, dan saya berharap dengan berbagi cerita akan memberikan sebuah perspektif yang baru," tutupnya.
(Frederica/Tnt)