Bappenas Ingin Program Swasembada Daging Dikaji Ulang

"Saya dengar alokasi dananya sampai Rp 17 triliun hanya untuk swasembada daging. Ini perlu dilihat lagi," tutur Menteri PPN Sofyan Djalil.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 19 Agu 2015, 11:52 WIB
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Sofyan Djalil.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Sofyan Djalil meminta agar seluruh menteri dalam Kabinet Kerja bisa memberikan perhatian khusus kepada persoalan pangan, khususnya masalah daging sapi yang mengalami lonjakan dalam beberapa pekan terakhir.

Sofyan menjelaskan, dalam beberapa tahun belakangan ini pemerintah memang mempunyai program swasembada sapi. Program tersebut sudah dimulai sejak zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan kemudian dilanjutkan di pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan langkah mengurangi impor.

"Dua minggu lalu pedagang mogok jualan daging sapi. Barang kali itu puncak permasalahan. Barang kali policy yang menyebabkannya. jadi harus dilihat apakah program swasembada daging tepat sasaran atau tidak," tuturnya, Jakarta, Rabu (19/8/2015).

Persoalan tersebut mendesak untuk dilesesaikan dengan segera. Apalagi alokasi untuk swasembada daging menggunakan dana yang besar. "Saya dengar alokasi dananya sampai Rp 17 triliun hanya untuk swasembada daging. Ini perlu kami lihat lagi," tuturnya.

Sebelumnya, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan akan memperkarakan kartel daging sapi. Hal tersebut setelah melakukan investasi terutama berkaitan dengan lonjakan harga daging sapi.

Ketua KPPU Syakarwi Rauf menerangkan, dugaan kartel sapi tersebut sebenarnya sudah tercium sejak dari 2012. "Berdasarkan yang kami temukan dalam rapat komisi yang dihadiri komisioner bahwa investigasi kartel daging kami jadikan sebagai perkara baru yang akan kami sidangkan di KPPU," kata dia.

Dia mengatakan, minimnya kapasitas sapi menjadi pemicu dari kartel sapi. Disebutkannya, pada pemerintah Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah mengurangi ketergantungan impor sapi bakal sebanyak 10 persen.

Kemudian, dilanjutkan di masa Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang mana memangkas impor dari 750 ribu ekor menjadi 350 ribu ekor.

"Ada kebijakan swasembada rupanya terlalu agresif di 2009-2014 membuat harga daging 2012-2013 meningkat signifikan karena tidak dibarengi pertumbuhan sapi lokal. Pemerintah mengurangi kuota impor 700 ribu menjadi 300 ribuan ekor di 2015. Pengurangan membuat stok langka, harga naik, ini yang kita investigasi lihat di lapangan kita memiliki keyakinan indikasi ke kartel daging," jelas dia.

KPPU sendiri hingga saat ini belum bisa membeberkan oknum-oknum yang terlibat dalam kartel daging sapi. Akan tetapi, indikasi kuat mengarahkan ke kartel setelah melakukan inspeksi ke Tangerang.

"Yang jelas ke rumah potong hewan (RPH) sejak sebelum seminggu hari raya biasanya RPH potong 30 ekor, sebelum mogok jadi 8 ekor sapi. Artinya ada pengurangan yang dilakukan bertahap, dari feedloter ke RPH," tandas dia. (Amd/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya