Liputan6.com, Jakarta - Hanya seminggu setelah Presiden Joko Widodo merombak (reshuffle) kabinetnya, gelombang datang mengguncang pemerintahan yang belum genap berumur satu tahun itu. Kali ini bukan karena ketidakpuasan publik atas 5 menteri baru pilihan Jokowi, melainkan karena aksi menteri yang saling kritik di Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
Gelombang mulai mendekati Pemerintahan Jokowi-JK setelah menteri yang baru saja dilantik, yakni Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli, di awal masa tugasnya langsung mengkritik kementerian yang sedang dipimpinnya. Menurut Rizal, nama Kemenko Kemaritiman tidak cocok dengan kondisi Indonesia.
Advertisement
"Sebetulnya istilah yang lebih cocok bukan maritim tetapi Menko Maritim dan Sumber Daya karena di bawahnya ada ESDM dan Maritim Perikanan, Pariwisata dan Perumahan," kata Rizal di Istana Kepresidenan, Jakarta, usai dilantik pada Rabu 12 Agustus 2015.
Menurut Rizal, nama tersebut sesuai dengan kondisi Indonesia yang saat ini sangat kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang masuk dalam kategori usia-usia produktif.
Hanya saja, kata Rizal, dia tidak akan memprioritaskan perubahan nomenklatur tersebut, mengingat tugas utama dalam jangka pendek dan menengah adalah membantu Presiden mewujudkan kembali kejayaan sektor maritim.
Rizal juga sempat mengungkapkan pesan Presiden Jokowi kepadanya, menjadi sosok yang berpegang teguh pada misi pemerintahan dan tegas dalam segala hal.
"Presiden bilang, Mas Rizal kan orang yang visinya jelas. Kedua, berani. Ya saya minta Mas Rizal lakukan apa yang Mas Rizal anggap penting untuk perubahan ke arah yang lebih baik," cerita Rizal menirukan pesan Jokowi.
Kritik terhadap internal pemerintahan ternyata tidak hanya berhenti di sini. Saat serah terima jabatan Menko Kemaritiman dengan Indroyono Soesilo, 13 Agustus 2015, Rizal mengkritik rencana pembelian 30 unit pesawat Airbus A350 oleh PT Garuda Indonesia Tbk. Rizal meminta agar rencana itu dibatalkan.
Menurut dia, rencana itu tidak akan menguntungkan, sebaliknya berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Mendengar kritik ini, Menteri BUMN Rini Soemarno pun geram. Dia mengisyaratkan tidak boleh ada yang mencampuri urusan penanganan dan manajemen PT Garuda Indonesia Tbk selain Menko Perekonomian.
"BUMN itu (Garuda) jelas di bawah Kemenko Perekonomian, bukan di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Jadi, jangan ada yang mencampuri Garuda di luar Kemenko Perekonomian," tegas Rini, Jumat 14 Agustus 2015.
Respons Rini ini kontan menjadi bola liar dan menyedot perhatian publik Tanah Air, tak terkecuali bos sang menteri.
Jokowi Tegur Rizal Ramli
Disebutkan, Presiden Jokowi telah menegur Rizal Ramli. Anggota Tim Komunikasi Presiden Teten Masduki mengungkapkan, teguran itu disampaikan Jokowi langsung ke Rizal Ramli melalui telepon.
"Pak Presiden juga sudah menegur, menelepon Pak Rizal Ramli waktu itu mempermasalahkan soal pengadaan pesawat," kata Teten di Istana Merdeka, Selasa 18 Agustus 2015.
Teten menuturkan, Presiden mengimbau kepada jajaran menterinya jika ingin mengoreksi kebijakan kementerian lainnya, lebih baik dibicarakan di internal terlebih dahulu, tidak langsung disampaikan melalui media massa. Karena dikhawatirkan dapat mempengaruhi minat investasi ke Indonesia.
Meski banyak yang mempertanyakan sikap Rizal, namun anggota Komisi VI DPR Primus Yustisio mengatakan sepakat dengan Rizal bahwa seharusnya Garuda Indonesia membatalkan rencana untuk pembelian pesawat Airbus A350.
"Saya sendiri juga tidak setuju. Tapi memang belum ada pembahasan tersebut dengan beliau," tegas Primus di Gedung DPR.
Rizal sendiri tidak hanya mengkritik rencana pembelian Airbus A350. Dia juga menyentil target pembangunan proyek kelistrikan 35 ribu megawatt (MW). Menurut Rizal target tersebut terlalu besar.
"Target 35 ribu MW dan sisa target masa SBY 7 ribu MW. Total 42 ribu MW itu akan sulit. Saya minta untuk ESDM, Dewan Energi Nasional akan dievaluasi ulang mana yang betul-betul masuk akal. Jangan kasih target tinggi tapi dicapainya susah," kata Rizal.
Kali ini pernyataan Rizal Ramli tidak direspons sesama menterinya, tapi oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta Rizal belajar lebih dahulu sebelum berkomentar. Karena menurut JK, membangun pembangkit dengan kapasitas 50 ribu MW sangat mungkin dilakukan.
"Sebagai menteri harus pelajari dulu sebelum berkomentar. Memang tidak masuk akal (proyek pembangkit listrik 35 ribu MW) tapi menteri harus banyak akalnya. Kalau kurang akal pasti tidak paham itu memang. Itu kalau mau 50 ribu MW pun bisa dibuat," kata JK, Selasa 18 Agustus 2015.
"Jangan bicara tanpa paham persoalan, itu berbahaya," tambah JK. Terkait tudingan bahwa pembangunan itu sebagai proyek pribadi, JK mengatakan pernyataan tersebut justru merendahkan Presiden Jokowi.
"Malah kalau begitu mengurangi kewibawaan Presiden. Karena yang resmikan kan Presiden, bukan saya. Policy pemerintah, Pak Jokowi yang meresmikannya, berarti memandang kurang pantas Pak Jokowi kalau begitu kan," jelas JK.
Selain JK, sikap Rizal Ramli ini juga mendapat kritikan dari anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Suharso Monoarfa.
Menurut Suharso, sangat tidak elok bila sesama pembantu Presiden saling melempar kritik dan itu dipertontonkan ke publik. Hal tersebut, menurut dia, justru akan menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan merusak citra Presiden sebagai kepala negara.
"Kalau mau kritis terhadap subordinatnya boleh-boleh saja, tetapi kalau dia kritis terhadap pemerintah, wong dia ada di dalam pemerintah gimana?" ucap Suharso.
Gitu Saja Kok Ribet
Toh, Rizal mengaku tidak mau ambil pusing atas kritik dari sana sini terkait sikapnya itu. Ia menilai apa yang dilakukannya bukanlah suatu kesalahan fatal yang harus diributkan.
"Tanya saja lah itu (sama Suharso). Gitu saja ribet. Apa pun yang perlu diperbaiki ya kita perbaiki," ujar Rizal.
Bukan hanya tak mau ambil pusing, Rizal malah meminta JK untuk menemuinya dan berdebat di depan umum mengenai program pembangkit listrik 35 ribu MW itu.
"Kalau mau paham, minta Pak Jusuf Kalla ketemu saya, kita diskusi di depan umum," tantang Rizal di Istana Kepresidenan.
Namun, JK tampaknya tidak mau terpancing dengan tantangan Rizal Ramli. "Masa Wapres debat dengan menteri koordinatornya? Tinggal kita panggil saja Menko-nya, jelasin," kata JK. JK menegaskan, perbuatan Rizal menyalahi etika. Ia pun enggan berdebat panjang terkait kritik yang disampaikan mantan Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur tersebut.
"Itu kan enggak etis juga itu. Tak usah kita hiraukan yang gitu-gituanlah," tegas JK. Dia mengatakan, akan memanggil Rizal atas pernyataannya yang membuat gaduh pemerintahan.
JK membuktikan kata-katanya dengan menegur Rizal Ramli saat berlangsungnya sidang kabinet paripurna pertama pasca-reshuffle pada Rabu 19 Agustus 2015.
"Saya tadi sampaikan ke dia bahwa menteri tidak boleh begitu di sidang kabinet. Saya kira semua orang marah sama dia," tegas JK di kantornya.
Namun sekali lagi, Rizal tampaknya tidak mempermasalahkan teguran yang diterimanya. "Enggak masalah, enggak ada apa-apa. Gitu saja kok ribet banget sih?" kata Rizal sambil berjalan cepat. (Sun/Ans)