Liputan6.com, Palembang - Gerakan Negara Islam Irak-Suriah (ISIS) kembali menghantui Palembang. Kali ini, salah satu mahasiswa Universitas Sriwijaya (Unsri) Sumatera Selatan diduga ikut dalam rekrutmen kader ISIS di salah satu Pondok Pesantren di Ciamis, Jawa Barat.
Adalah Desti Anggraini, mahasiswa Semester VI FKIP Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Unsri yang saat ini tidak diketahui keberadaannya. Sebelum menghilang, Desti memang menunjukkan gelagat berbeda, baik dalam penampilan maupun tingkah laku.
Sang ibu, Nurhasanah (43) menuturkan, sejak satu tahun terakhir tingkah laku anak sulungnya itu jauh berbeda dan terkesan mengikuti aliran radikal.
"Saya kira dia berangkat pada 6 Agustus 2015 karena ada sangkut pautnya dengan program kuliah. Katanya mau mondok di pondok pesanten di Bandung. Tujuan untuk membahas Alquran. Dia bilang mau jadi tahfidz," ungkap Nurhasanah kepada Liputan6.com, saat ditemui di kediamannya Lorong Alir Barat II Palembang, Kamis (20/8/2015).
Menurut Nurhasanah, saat pergi putrinya diantar ayah tirinya di halte dekat Masjid Agung Palembang. Sesampai di tempat tersebut, Desti langsung menyuruh ayahnya pulang.
"Katanya tiket sudah dibelikan temannya. Saat itu ia berbusana serba hitam, tapi tanpa cadar," lanjut Nurhasanah.
Setelah 10 hari kepergian Desti, teman-teman kampusnya datang ke rumah untuk menanyakan keberadaan Desti yang tidak mengikuti program PPL kampus. Sang ibu pun langsung syok mendengar kabar tersebut.
Pada 15 Agustus 2015, Nurhasanah mendapat pesan singkat dari Desti bahwa dia sedang menimba ilmu di Pondok Pesantren Tahfiz Al Quran Anshorullah di Ciamis. Setelah itu, nomor handphone Desti tidak aktif lagi hingga saat ini.
Busana Serba Hitam dan Bercadar
Keluarga pun langsung mencari tahu lokasi ponpes yang disebut Desti. Alangkah terkejutnya Nurhasanah mendapatkan informasi bahwa ponpes tersebut diduga menjadi tempat perekrutan kader ISIS di Indonesia.
"Keluarga di sini mencari tahu tentang ponpes tersebut di internet. Ternyata ponpes itu diduga tempat perekrutan ISIS, mereka memang mencari kader-kader untuk mendukung ISIS di Suriah. Saya harap anak saya bisa cepat pulang dan tidak ikut-ikutan gerakan radikal itu," ucap Nurhasanah.
Sebenarnya, lanjut Nurhasanah, ia melarang anaknya menggunakan cadar dan busana tertutup yang berlebihan. Namun, Desti sepertinya tidak menggubris apa yang disarankan ibunya. Bahkan, Desti berani membantah ucapan ibunya dengan dalil buku-buku yang dibacanya.
"Dia sudah pakai busana serba hitam dan pakai cadar muka juga. Saya sempat melarangnya pakai cadar, tapi dia masih ngotot dengan banyak alasan dari buku-buku yang dibacanya. Kepala Program Studi (Prodi) PAUD Unsri dan dosen pembimbingnya bilang kalau selama setahun terakhir, Desti menggunakan cadar di kampus," lanjut Nurhasanah.
Dari akun Facebooknya, Desti diketahui sedang tertarik dengan mati syahid, pasukan berkuda, dan sejenisnya. "Kita tambah kaget, dia bilang tidak penting dengan ijazah sarjana, padahal dulu ia bercita-cita kuliah di Unsri dan ingin jadi guru," ucap sang ibu.
Kesedihan Nurhasanah semakin menjadi karena Desti merupakan satu-satunya harapan di keluarga. Desti merupakan mahasiswa penerima Bidik Misi tahun 2012 dan pernah meraih piagam penghargaan dari mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk prestasinya di kampus.
Nurhasanah mengatakan, dalam waktu dekat ia bersama suaminya, Maryanto (49), akan melaporkan kehilangan anaknya ke Polda Sumsel.
"Dia itu anaknya memang pendiam dan kuper, tapi dia pintar dan harapan saya satu-satunya. Dua adiknya masih kecil. Kehidupan kami hanya pas-pasan. Saya hanya guru ngaji, bapaknya kuli bangunan. Saya ingin dia cepat pulang, berubah dan lanjut kuliah. Saya masih berharap dia jadi pegawai dan mengajar, katanya ia ingin bahagiakan saya," ujar Nurhasanah. (Sun/Ans)
Advertisement