Ekonomi RI Melambat Jadi Peringatan untuk Pemerintah

Indonesia dinilai hanya dapat menjadi pasar raksasa yang tidak berdaulat tanpa daya saing yang kuat.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 20 Agu 2015, 13:59 WIB
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi

Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abdul Fikri Faqih menyoroti persoalan fundamental ekonomi Indonesia setelah 70 tahun kemerdekaan. Negara ini masih dihantui angka kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan pendapatan.

Dari datanya yang dipaparkan dalam Rapat Paripurna Pandangan Umum Fraksi-fraksi atas RUU APBN 2016 dan Nota Keuangan menunjukkan, angka penduduk miskin saat ini mencapai 27,7 juta jiwa, rakyat hampir miskin 100 juta jiwa, masyarakat yang menganggur sebanyak 74,5 juta orang dan angka gini rasio 0,41.

"Angka ini bukan deretan angka statistik tanpa makna. Tapi wujud penderitaan dan kepedihan hidup yang dirasakan setiap hari oleh rakyat Indonesia," kata Abdul di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (20/8/2015).

Abdul menilai, kondisi ekonomi Indonesia saat ini sangat mengkhawatirkan seiring perlambatan ekonomi global. Hal tersebut, diakui dia, terjadi akibat tergerusnya daya beli masyarakat dan potensi peningkatan pengangguran akibat keterpurukan dunia usaha.

Beban sektor rill semakin bertambah dengan situasi nilai tukar rupiah melemah yang menyentuh 13.800 per dolar AS dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga menembus level 4.500.

"Pertumbuhan ekonomi di semester I 2015 hanya 4,7 persen atau jauh dari target pertumbuhan APBN 2015 sebesar 5,7 persen. Ini peringatan keras bagi pemerintah," tegas Abdul.

Dia pun mengkhawatirkan kualitas pertumbuhan ekonomi yang sangat kurang dari sisi kualitas daya saing. Abdul menilai, sebagai negara terbesar di ASEAN, Indonesia tertinggal cukup jauh dibanding negara tetangga di kawasan.

"Beberapa studi terkait daya saing produk, pembangunan infrastruktur, dan pembangunan manusia telah menunjukkan ketertinggalan itu. Tanpa daya saing yang kuat, kita hanya akan menjadi pasar raksasa yang tidak berdaulat," terang Abdul.

Dengan demikian, fraksi PKS memandang indikator kesejahteraan dan daya saing yang mencakup target penurunan kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan serta peningkatan indeks pembangunan manusia harus menjadi pertimbangan utama dalam pembahasan RAPBN 2016. (Fik/Ahm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya