Liputan6.com, New York - Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) ditutup lebih tinggi pada perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB) setelah sempat anjlok ke level terendah dalam 6,5 tahun akibat melimpahnya pasokan dan kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi China.
Dilansir dari Reuters, Jumat (21/8/2015), melemahnya nilai tukar dolar AS dan badai pertama di Atlantik utara pada 2015 mendukung harga minyak mentah, padahal efek badai ini masih belum besar terhadap infrastuktur minyak.
Advertisement
Pada awal sesi, harga minyak mentah AS jenis West Texas Intermediate WTI) anjlok mendekati US$ 40 per barel, atau level terendah sejak 2009. Sedangkan harga minyak Brent terperosok ke level terendah sejak Oktober lalu.
Di Asia, indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang melemah 1,5 persen ke level terendah dua tahun. Kecemasan terhadap pergerakan ekonomi global menekan ekuitas di Eropa dan Amerika Serikat.
Harga minyak WTI yang jadi patokan minyak di AS ditutup naik US$ 34 sen menjadi US$ 41,14 per barel, setelah anjlok ke level US$ 40,21 per barel. Sementara harga minyak jenis Brent untuk pengiriman Oktober turun US$ 54 sen menjadi US$ 46,62 per barel.
"Faktor yang menekan harga yaitu memerahnya pasar saham AS dan pengunduran diri perdana menteri Yunani juga menyebabkan kekhawatiran tentang ekonomi Eropa," kata Phil Flynn, analis dari Price Futures Group di Chicago.
Persediaan minyak mentah AS naik 2,6 juta barel menjadi 456,21 juta barel pekan lalu. Badan Administrasi Informasi Energi (EIA) mengatakan dalam sebuah laporan pada hari Rabu, naiknya persediaan minyak karena impor naik dan turunnya produktivitas kilang. (Ndw/Ahm)