Liputan6.com, Makassar - Setelah 6 Tahun lamanya molor, pembahasan raperda rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Makassar, Sulawesi Selatan dinyatakan rampung. Raperda akan ditetapkan sebagai perda pada rapat paripurna yang diagendakan digelar hari ini, Jumat (21/8/2015).
Ketua Panitia Khusus (Pansus) raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DPRD Makassar Abdul Wahab Tahir mengungkapkan, ada 4 poin yang terpenting dituangkan dalam pengesahan raperda RTRW Makassar, Pertama, seluruh produk reklamasi yang terjadi di Makassar adalah tanah negara, dikuasai oleh negara dan dikendalikan oleh negara. Kedua reklamasi hanya boleh dilakukan oleh Pemerintah atas nama Pemerintah dan pengendaliannya juga diserahkan ke Pemerintah.
Poin ketiga, lanjut Wahab, Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) juga tidak akan berlaku surut dan tidak memberikan legitimasi atas seluruh aktivitas yang ada sepanjang garis pantai Kota Makassar. Keempat, pemberlakuan sanksi pidana tidak hanya bagi orang perorang, badan hukum melainkan pejabat yang berwenang memberikan izin jika melanggar aturan juga akan dikenakan sanksi pidana.
"Semua yang ada di atas, 4 poin itu yang merupakan hal penting masuk dalam penegasan Perda RTRW Kota Makassar," kata Abdul Wahab Tahir usai rapat perampungan pembahasan ranperda RTRW di Kantor DPRD Makassar, Kamis 20 Agustus 2015.
Reklamasi
Pantauan di lapangan, hampir seluruh aktivitas reklamasi yang telah berjalan di sepanjang Pantai Losari dilakoni orang per orang dan sebuah perusahaan berbadan hukum dengan dasar Perda RTRW tahun 2006 yang kemudian berproses revisi karena dianggap Perda RTRW tersebut tidak mengakomodir kebutuhan masyarakat khususnya masyarakat yang berada di pesisir pantai itu.
Bahkan hampir seluruh masyarakat yang ada menjadi korban dampak sosial yakni kehilangan lapangan kerja yang sebelumnya menghidupi keluarganya dengan menjadi nelayan dan petani kerang. Akibat reklamasi yang terjadi, masyarakat pun kehilangan pekerjaan tetap sebagai seorang nelayan dan petani kerang serta terganggunya biota laut di daerah itu.
Akibat dampak itu kemudian, perda RTRW Kota Makassar tahun 2006 direvisi dan selama 6 tahun berproses hingga di tahun 2015 ini, Perda RTRW Makassar disepakati dan akan disahkan lewat paripurna Jumat (21/8/2015) dengan mengakomodir 4 poin terpenting terkait reklamasi.
Adi Santiago, Ketua bidang Advokasi Forum Komunitas Hijau (FKH) Kota Makassar kepada Liputan6.com mengakui Perda RTRW Kota Makassar 2015 yang merupakan hasil revisi Perda RTRW tahun 2006 belum mengakomodir kepentingan masyarakat kota Makassar secara luas.
Menurutnya, Pansus DPRD Makassar hanya bermain memutar balik kalimat saja di dalam poin Perda RTRW tentang reklamasi yang sebelumnya merupakan hal yang illegal karena tidak memiliki dasar hukum.
"Coba Anda cermati baik-baik 4 poin yang dikatakan pansus tadi, bahwa semua aktivitas reklamasi yang ada di sepanjang pantai Makassar hanya bisa dilakukan pemerintah dan dikendalikan oleh pemerintah dan perda tidak akan berlaku surut serta tidak melegitimasi seluruh aktivitas yang telah ada sebelumnya di sepanjang pantai tersebut.
"Artinya sama saja dengan Perda RTRW 2015 yang disepakati Pansus tidak melarang reklamasi yang sebelumnya telah berjalan dan dilakukan oleh orang perorang maupun badan hukum sementara dampak sosial, ekonomi hingga keamanan masyarakat disana jelas. Cobalah Anda simak sendiri kalimat tiap poin tersebut," tegas Adi.
Aktivis yang getol di bidang lingkungan hidup ini menilai, pansus selama ini tidak sepenuhnya memihak kepada kebutuhan masyarakat Kota Makassar secara luas. Sehingga sama sekali tak menegaskan dalam perda RTRW Kota Makassar 2015 jika reklamasi yang telah berjalan sebelum Perda ini disahkan adalah hal yang haram dan melanggar. (Mvi/Ans)
Advertisement