Perlambatan Ekonomi China Bikin Bursa Asia Kembali Terjungkal

Indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang turun 0,5 persen. Indeks Nikkei melemah 1,8 persen dan Indeks Kospi menyusut 2,2 persen.

oleh Arthur Gideon diperbarui 21 Agu 2015, 08:31 WIB
(Foto: Reuters)

Liputan6.com, Melbourne - Saham-saham di kawasan Asia Pasifik (Bursa Asia) kembali melemah pada pembukaan perdagangan Jumat (21/8/2015). Pemicu pelemahan Bursa Asia adalah kekhawatiran dari pelaku pasar akan perlambatan pertumbuhan ekonomi China yang bisa berpengaruh ke seluruh dunia. Selain itu, nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) juga terus melemah karena ketidakjelasan rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) juga menekan indeks saham di Asia.

Mengutip Reuters, Indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang turun 0,5 persen. Indeks Nikkei Jepang juga melemah 1,8 persen dan Indeks Kospi Korea Selatan menyusut 2,2 persen.

Perhatian pelaku pasar saat ini tetap kepada bagaimana bursa saham China berjalan. Beberapa hari terakhir pasar saham China telah turun dalam sebagai dampak dari perlambatan ekonomi negara Tirai Bambu tersebut.

Investor global berpandangan bahwa kemungkinan besar perekonomian China akan terhambat karena adanya beberapa masalah. Pertama karena prospek inflasi yang bakal melambat, kedua mengenai pelemahan permintaan akan barang-barang produk dari China dan ketiga perang mata uang yang sedang terjadi setelah negara tersebut mendevaluasi Yuan.

Pasar saham di Sanghai China telah turun 8 persen pada pekan ini. Pelemahan pasar saham di China tersebut berdampak kepada seluruh bursa saham termasuk di AS yang terlihat dari pelemahan S&P 500.

"Pasar Saham AS selama ini bisa dipandang sebagai salah satu tempat untuk menyelamatkan investasi, namun dalam beberapa waktu terakhir hal tersebut tidak terjadi," jelas Kepala Analis IG, Melbourne, Australia, Chris Weston.

Selain kekhawatiran akan China, negara-negara berkembang juga sedang melihat apa yang terjadi dengan nilai tukar. Saat ini, pergerakan nilai tukar sulit untuk diperkirakan termasuk juga dengan Dolar AS. (Gdn/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya