Liputan6.com, Jakarta - Anak-anak disabilitas sedang belajar di kelas pandai. Lewat menari, mereka diajarkan berekspresi sekaligus berkomunikasi dalam kelompok.
Lain halnya dengan kelas yang diikuti para remaja. Melalui senam, mereka meningkatkan kepercayaan diri sekaligus melatih kepemimpinan.
Advertisement
Semua ini adalah sebagian materi yang diajarkan di Mimi Institute, lembaga pendidikan dan pemberdayaan bagi penyandang disabilitas yang didirikan oleh Veronica Laetitia Mimi Mariani Lusli.
Wanita yang biasa disapa Mimi itu adalah seorang tunanetra. Tak hanya belajar keterampilan membaca, menulis, dan berhitung, Mimi Institute juga membuka toko yang menjual hasil karya para murid disabilitas di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
Mimi mendirikan lembaga pendidikan bukan tanpa alasan. Kesulitan yang ia alami dulu menjadi pemicunya untuk membuat Mimi Institute. Wanita kelahiran 17 Desember 1962 ini kehilangan penglihatan total saat teman-teman sebayanya sedang menikmati manisnya usia 17 tahun.
"Di awal-awal sering sekali mendapat penolakan. Ketika lamar, daftar, mereka (orang-orang) belum tanya bagaimana caranya, mereka tolak, seperti itu. Sampai mereka akhirnya, dengan perjuangan keluarga meminta agar saya bisa sekolah atau kuliah, paling mereka hanya kasih 1 kali percobaan, entah 3 bulan percobaan, entah 6 bulan percobaan," tutur Mimi.
Tetapi Mimi tak patah arang. Ia terus menimba ilmu. Mulai kuliah di IKIP Sanata Darma Yogyakarta hingga memiliki 2 gelar master dari ilmu administrasi Universitas Indonesia dan komunikasi internasional University of Leeds Inggris.
Kini sembari menyelesaikan program doktoral dari University of Amsterdam Belanda, Mimi menjadi dosen tak tetap di Universitas Atmajaya dan Bina Nusantara.
Saat Mimi menuju Universitas Indonesia, Depok untuk menjadi pembicara dalam seminar, ia memilih menggunakan transportasi publik, meski harus membawa pendamping.
Perjuangan Mimi bagi penyandang disabilitas bukan hal baru. Sejak awal tahun 1990-an, Mimi aktif melampaui keterbatasannya. Mimi telah mendirikan mitra netra lembaga Laetitia, himpunan wanita disabilitas Indonesia, serta aktif di organisasi sosial Lions Club.
Mimi juga menjadi dewan pakar di Pusat Kajian Disabilitas Universitas Indonesia. Mimi pun memiliki motto dalam hidup yaitu berbuat lebih baik setiap harinya dan tidak menunggu.
"Yang saya harapkan adalah bagaimana menciptakan lingkungan inklusif, yang memang mengakui orang-orang dengan disabilitas bagian dari keragaman masyarakat seperti Bhineka Tunggal Ika yang kita maknai selama ini," tutup Mimi.
Saksikan perjuangan Mimi yang tidak pernah menyerah meski memiliki keterbatasan dalam Pantang Menyerah yang ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Jumat (21/08/2015), di bawah ini. (Vra/Sss)