Liputan6.com, New York - Kekhawatiran terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi global telah menekan Indeks Dow Jones Industrial Average dan sejumlah indeks saham lainnya terpukul ke level terburuk sejak 2011.
Lebih dari US$ 3,3 triliun dana segar keluar dari pasar saham global setelah China dengan sengaja melemahkan (devaluasi) mata uangnya. Hal ini memacu gelombang aksi jual di pasar saham negara berkembang.
Advertisement
Dilansir dari Bloomberg, Sabtu (22/8/2015), kekhawatiran terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi membuat dolar semakin perkasa dan harga minyak terjun bebas. Sementara Bank Sentral Amerika Serikat tengah mematangkan rencana menaikkan suku bunga acuan yang merupakan pertama kali sejak 2006.
Indeks Standard & Poor (S&P) 500 menutup minggu terburuk dalam tiga tahun, sementara pasar Eropa memasuki koreksi dan bursa saham dari Hong Kong hingga Indonesia juga ikut terjun bebas.
Harga minyak tenggelam di bawah US$ 40 per barel, pertama kalinya sejak 2009 dan merupakan penurunan terpanjang sejak 1986.
Indeks S&P 500 turun 3,2 persen, terbesar sejak November 2011, berada di bawah 2.000. Indeks turun lebih dari 7 persen. Sedangkan indeks Dow Jones Industrial Average turun lebih dari 500 poin, atau merosot 10 persen dari rekor tertinggi pada bulan Mei.
Lima perusahaan emiten teknologi yaitu Netflix Inc, Facebook Inc, Amazon.com Inc, Google Inc dan Apple Inc, nilai pasarnya telah tergerus US$ 97 miliar selama dua hari.
Kerugian telah mendorong indeks Nasdaq turun 7 persen, penurunan dua hari terbesar sejak 2008. Saham Apple tercatat anjlok 20 persen dari level tinggi pada Februari 2015. (Ndw/Igw)