Pemerintah Kurang Responsif Terhadap Gejolak Ekonomi

China telah melakukan pemotongan nilai mata uangnya (devaluasi) untuk meningkatkan gairah investasi.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 24 Agu 2015, 18:36 WIB
Petugas menghitung uang pecahan US$100 di pusat penukaran uang, Jakarta, , Rabu (12/8/2015). Reshuffle kabinet pemerintahan Jokowi-JK, nilai Rupiah terahadap Dollar AS hingga siang ini menembus Rp 13.849. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai pemerintah kurang responsif dalam menghadapi gejolak ekonomi yang terjadi belakangan ini.

Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati mengatakan, seharusnya pemerintahan setiap negara harus melakukan mitigasi gejolak ekonomi untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk yang terjadi.

"Pastinya setiap negara punya political ecconomy melindungi negaranya," kata Enny, di kantor Indef, Jakarta, Senin (24/8/2015).

Enny mengungkapkan, China telah melakukan pemotongan nilai mata uangnya (devaluasi) untuk meningkatkan gairah investasi agar perekonomiannya tetap tumbuh saat perekonomian dunia sedang bergejolak.

"China responsif mengatasi gejolak internasional mencegah memitigasi perlambatan ekonomi China," tuturnya.

Menurut Enny, pemerintah Indonesia masih larut menyalahkan faktor eksternal atas gejolak ekonomi tersebut, belum mengambil tindakan yang dapat membuat ekonomi Indonesia tetap stabil ditengah gejolak perekonomian dunia.

"Kalau pemerintah pasrah sama faktor eksternal, terima nasib. Negara lain ada potensi AS menaikan suku bunga, sudah siap-siap meningkatkan, China melakukan produksi massal, pemerintahnya habis-habisan membangun infrastruktur, sehingga investor tertarik, tidak seperti di Indonesia insentif diberikan kepada portofolio saja," pungkasnya. (Fik/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya