Liputan6.com, Bogor - Presiden Joko Widodo menggelar pertemuan dengan para Gubernur, Kapolda, dan Kajati se-Indonesia di Istana Bogor, Jawa Barat. Pertemuan tersebut membahas sejumlah hal, di antaranya masalah kelesuan ekonomi yang disebabkan faktor ekonomi global.
Dalam arahannya, Jokowi menyampaikan langkah jangka pendek untuk menggairahkan ekonomi yang sedang lesu, yakni dengan belanja pemerintah. Langkah ini di samping akan menaikkan daya beli masyarakat, juga bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional.
Secara khusus Presiden menyoroti belanja APBN yang baru tercapai 50 persen dan belanja modal yang baru terealisasi 20 persen. Bahkan saat ini dana daerah yang masih mengendap di bank masih sangat besar, sekitar Rp 273 triliun.
Jokowi menyadari rendahnya penyerapan anggaran itu antara lain disebabkan masih banyaknya pejabat yang takut terhadap aparat hukum. Mereka takut dikriminalisasi ketika menjalankan proyek pembangunan. Ditambah masih adanya kinerja birokrasi yang lamban.
"Saya minta kepada semua aparat hukum agar jangan kriminalisasikan kebijakan. Harus ada diskresi untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan. Masalah perdata diselesaikan secara perdata, jangan dikriminalkan," imbau Presiden Jokowi melalui Tim Komunikasi Presiden di Jakarta, Senin (24/8/2015).
Menurut Jokowi, permintaan itu semata demi kelancaran program pembangunan pemerintah. Bukan karena tidak mendukung program antikorupsi. Pejabat atau aparat pemerintah yang hendak melakukan terobosan atau mempercepat pelaksanaan pembangunan tidak boleh dibuat takut.
"Silahkan pidanakan sekeras-kerasnya kalau terbukti mencuri atau menerima suap," lanjut Jokowi.
Dia juga menegaskan, melemahnya nilai rupiah sebagian karena dipengaruhi faktor eksternal seperti kasus Yunani di Uni Eropa, kenaikan suku bunga AS, devaluasi mata uang Yuan, dan konflik Korsel-Korut. Situasi ekonomi nasional yang sedang sulit seperti saat ini jelas perlu diantisipasi bersama.
"Masyarakat yang adil dan makmur akan hadir kalau ada pembangunan ekonomi. Dan itu harus ditopang oleh APBN, APBD, BUMN, dan swasta," ujar Jokowi.
Hingga saat ini, banyak pejabat yang masuk penjara karena kasus korupsi. Di antaranya 8 menteri, 19 gubernur, 2 gubernur Bank Indonesia (BI), 5 deputi gubernur BI, 40 anggota DPR, 150 anggota DPRD, dan sekitar 200 bupati/walikota.
Jika diukur dari jumlah penyelenggara negara yang dipenjara, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tergolong sukses. Tapi, risiko yang harus ditanggung juga besar, yaitu lambatnya pembangunan akibat aparat negara takut mengambil keputusan.
"Beberapa penyebabnya antara lain ketidakjelasan definisi korupsi, maraknya kriminalisasi kebijakan, dan prosedur hukum yang kurang jelas dan tidak transparan" ucap Jokowi. (Sun/Sss)
Jokowi Minta Aparat Hukum Tidak Kriminalisasi Kebijakan
Permintaan itu semata demi kelancaran program pembangunan pemerintah.
diperbarui 24 Agu 2015, 19:44 WIBPresiden Jokowi memberi kata sambutan pada acara puncak Peringatan Hari Anak Nasional di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (11/8/2015). Acara ini dihadiri oleh ratusan anak-anak dari berbagai daerah di Indonesia. (Liputan6.com/Faizal Fanani)
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Yang Terjadi ketika Santri Kepercayaan KH Hasyim Asy'ari Ketahuan Berbohong, Karomah Wali
5 Siswa SMA 70 Jaksel yang Terlibat Pengeroyokan Dikeluarkan
Nikita Willy Ungkap Perawatan Wajahnya yang Tetap Glowing Saat Melahirkan Anak Kedua
Candi Cangkuang Garut, Situs Sejarah Simbol Keanekaragaman Budaya
Dishub Jakarta Bahas Wacana Kenaikan Tarif Transjakarta, Imbas Subsidi Dipangkas?
Penyebab Hidup Susah yang Jarang Disadari, Buya Yahya Ungkap Hal Mengejutkan
Sejarah di Balik Monumen Bajra Sandhi, Simbol Perjuangan Rakyat Bali
Viral Ibu Bagikan Foto Bayinya yang Baru Lahir Mirip Presiden Prabowo Subianto
Mengenal Mrk 462 Lubang Hitam Terkecil di Alam Semesta
Resep Daun Penurun Kolesterol yang Bisa Anda Buat di Rumah
Manfaat Kolang-Kaling Rahasia Sehat Turunkan Kolesterol dan Asam Urat
Jadwal Sholat DKI Jakarta, Jawa dan Seluruh Indonesia Hari Ini Kamis 19 Desember 2024