Besok JK ke Korea, Damaikan Konflik Korut-Korsel?

JK akan berangkat malam ini dan sampai Rabu besok untuk menjadi pembicara di sebuah konferensi perdamaian.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 25 Agu 2015, 19:52 WIB
Wakil Presiden Jusuf Kalla. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla akan melakukan kunjungan kerja ke Korea Selatan. JK akan berangkat malam ini dan sampai Rabu besok untuk menjadi pembicara di sebuah konferensi.

"‎Saya diminta bicara di pembukaan Konferensi Perdamaian Internasional yang diatur oleh lembaga Dewan PBB," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (25/8/2015).

Dia mengatakan, dalam konferensi perdamaian itu akan banyak dihadiri presiden yang mewakili negara masing-masing. Namun ia tidak merinci presiden mana saja yang hadir.

Pria yang mendamaikan Aceh dan Poso ini menjelaskan, pihak PBB meminta dirinya berbicara tentang bagaimana menjaga perdamaian di Indonesia.

"‎Mereka ingin selalu meminta pengalaman Indonesia untuk menjaga perdamaian di Indonesia. Semua ingin mendengarkan apa usaha kita. Jadi ya saya datang," tutur JK.

Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini juga mengatakan akan mengadakan pertemuan dengan pengusaha-pengusaha Korea Selatan yang berinvestasi di Indonesia. Selain itu, ia juga menyempatkan diri bertemu dengan WNI yang berada di sana.

Dilaporkan kantor berita Yonhap, pada Sabtu 22 Agustus lalu terdapat tanda-tanda militer Korut sedang bersiap menyerang pengeras suara dan melemparkan artileri ke dekat perbatasan. Informasi ini masih didalami oleh Kementerian Pertahanan Korsel.

‎Seorang juru bicara Kementerian Pertahanan Korsel mengatakan, 70 persen dari total armada kapal selam Korut atau sekitar 50 kapal selam telah meninggalkan pangkalan mereka dan menghilang dari radar militer pihaknya.

Namun, tingginya ketegangan itu mereda setelah utusan dari kedua negara bertemu di Zona Demiliterisasi yaitu di Panmunjom sepanjang Sabtu dan Minggu lalu.

Korut dan Korsel sejatinya masih dalam status berperang karena pertempuran antara keduanya pada periode 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, dan bukan kesepakatan damai. (Ado)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya