Liputan6.com, Semarang - Pilkada di Kota Semarang belum memasuki tahap kampanye. Namun, berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum Kota Semarang, sudah terdapat belasan ribu alat peraga kampanye (APK) berupa spanduk, baliho, stiker, dan lainnya yang sudah terpasang.
Bahkan, Kota Semarang merupakan daerah dengan atribut kampanye terbanyak pada masa sosialisasi.
Panwaslu Kota Semarang mencatat ada sekitar 1.500 alat peraga kampanye berupa baliho yang tersebar di kota hingga perkampungan di Semarang. Hal itu cukup merepotkan ketika masuk masa penertiban alat peraga kampanye.
"Ada 1.500 baliho seperti billboard, miniboard, dan yang kecil-kecil itu. Pas rapat mengagetkan daerah lain itu, karena di daerah paling cuma 100-200," kata Ketua KPU Kota Semarang Henry Wahyono, sebelum pengundian nomor urut pasangan calon, Selasa 24 Agustus 2015.
Menurut dia, jumlah 1.500 spanduk itu membengkak hingga 10 kali lipat jika ditambah alat peraga lain seperti spanduk dan poster. Jika ditambah stiker dan selebaran, jumlahnya lebih dahsyat lagi, mencapai ratusan ribu.
"Yang belum terdeteksi kan stiker dan selebaran. Kita tahu kalau mencetak kan ada jumlah minimal yang mencapai ribuan. Jadi saya pastikan jika ditambah alat peraga lain termasuk stiker, akan mencapai ratusan ribu. Fantastis itu jumlahnya," kata Henry.
Padahal sesuai aturan, mulai Rabu (26/8/2015) malam, alat peraga kampanye harus sudah dilepas. Oleh karena itu, KPU meminta agar pasangan calon menurunkan sendiri APK-nya. Jika tidak segera diturunkan, PJPR, Satpol PP dan pihak-pihak terkait akan menurunkan paksa.
"Diimbau bersihkan sendiri, Panwas bersurat ke KPU, kemudian PJPR telepon ke pemilik reklame," kata Henry.
Sementara itu, dari pantauan Liputan6.com, nyaris di setiap sudut perkampungan sudah terpasang alat peraga kampanye dengan berbagai ukuran. Ukuran paling besar berada di jalan-jalan protokol seperti di kawasan Simpang Lima Semarang. Ada juga stiker dan sunblock oneway yang ditempel di kaca belakang angkutan umum.
Sulit Ditertibkan
Advertisement
Stiker dan sunblock oneway di belakang angkutan kota tersebut, kata Henry, merupakan alat peraga yang paling sulit untuk ditertibkan karena untuk melepasnya harus mengikuti peraturan, yaitu ketika angkot tersebut melakukan uji KIR.
"Di angkot itu melepasnya harus sesuai UU lalu lintas. Mereka bisa dicopot harus ada mekanismenya misal ketika KIR," kata Henry.
Aturan KPU sendiri menyebutkan branding kampanye di mobil tidak diberbolehkan, maksimal hanya boleh menempelkan stiker berukuran 5x10 cm. Jika ada yang melebihi itu, harus dikenakan sanksi. Dengan sanksi ringan tanpa penegakan aturan, dikhawatirkan Kota Semarang akan menjadi sangat kotor.
"Branding di mobil tidak boleh, bolehnya stiker 5x10 cm. Sanksi cuma dicopot," kata Henry.
Terpisah, Ketua Panwaslu Kota Semarang M Amin mengatakan pemasangan alat peraga kampanye sebelum penetapan oleh KPU memang boleh dilakukan oleh bakal calon walikota dan wakil walikota karena ada masa sosialisisasi.
"Baliho boleh, itu sosialisasi. Paslon memang diberi kesempatan untuk sosialisai termasuk dengan pertemuan terbatas seperti jalan sehat," kata M Amin.
Semua peraga kampanye harus sudah diturunkan pada 23 Agustus malam.
Sementara, kata Amin, pada masa kampanye dalam Pilkada serentak, yaitu 27 Agustus sampai 5 Desember ada yang berbeda. Karena KPU akan memfasilitasi alat peraga. KPU juga membagi zona kampanye bagi bakal pasangan calon, sehingga nantinya akan bergiliran.
"Yang berbeda dari sistem pemilu kali ini, kampanye dari KPU dan peserta. KPU fasilitasi alat peraga yang disebar seperti umbul-umbul dan lain-lain dan dibatasi jumlahnya. Paslon juga boleh, tapi dalam bentuk pertemuan terbatas. Tapi tetap gunakan alat peraga dan bahan kampanye dari KPU," kata Amin. (Bob/Rmn)