Komisi V: Kebebasan Masyarakat Konstruksi Sering Disalahgunakan

Oleh karena itu, Komisi V DPR melakukan revisi UU Jasa Konstruksi dengan memasukkan pemerintah sebagai pembina.

oleh Gerardus Septian Kalis diperbarui 28 Agu 2015, 06:39 WIB
Penampakan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (10/6/2015). Kondisi perekonomian Indonesia pada kuartal I-2015 mengalami perlambatan dan berdampak pada pertumbuhan pasar properti. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi V Rendy Lamadjido menilai kebebasan masyarakat konstruksi Indonesia untuk mandiri sering disalahgunakan. Oleh karena itu, dia meminta agar masyarakat konstruksi bersikap lebih profesional dan mandiri sesuai tuntutan zaman.

"Selama ini Undang-Undang Nomor 18 tentang Jasa Konstruksi sebenarnya sudah mengakomodir itu, cuma terlalu universal. Sehingga kebebasan-kebebasan itu melebihi kapasitas-kapasitas yang diharapkan," ujar Rendy di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 27 Agustus 2015.

Hal ini, kata dia, memicu timbulnya pengusaha-pengusaha yang mengambil kesempatan bukan untuk memajukan perusahaannya, tetapi malah membentuk asosiasi-asosiasi. Melalui asosiasi inilah mereka menyalahgunakan kebebasan yang dilindungi UU Jasa Konstruksi.

"Memang kita lihat, asosiasi sekarang membludak, tidak tanggung-tanggung kurang lebih hampir 80-an asosiasi, baik asosiasi profesi maupun asosiasi perusahaan. Sehingga kami melihat bahwa euforia dalam undang-undang jasa konstruksi sebelumnya, di mana kebebasan masyarakat konstruksi Indonesia untuk bisa melakukan kemandirian, ternyata disalahgunakan oleh oknum-oknum," jelas Rendy.

Oleh karena itu, Komisi V melakukan revisi UU Jasa Rekonstruksi dengan memasukkan pemerintah kembali menjadi pembina sekaligus penentu arah dari kebijakan masyarakat konstruksi. Namun, dia menegaskan bukan berarti dewan ingin menghambat kebebasan masyarakat konstruksi.

"Jadi tidak sebebas seperti yang lalu, bukan berarti kebebasan itu dihambat. Kita berkeinginan ada sinergi antara pemerintah dengan masyarakat konstruksi, di mana pemerintah itu adalah pembinanya. Kita ingin masyarakat konstruksi yang profesional, yang bisa bertumpu di kakinya sendiri," tutur Rendy.

Politisi PDI Perjuangan itu menjelaskan, revisi terhadap UU Jasa Konstruksi ini mengutamakan pelayanan umum. Akan ada akses dalam pelayanan keuangan, termasuk dibentuknya koperasi sebagai wadah, di mana masyarakat konstruksi ini bisa ditunjang baik dari segi jaminan pelaksanaan maupun modal kerja. Terlebih, masyarakat konstruksi menengah ke bawah.

"Itulah yang kita lakukan revisi UU ini, supaya setiap kontraktor, setiap masyarakat konstruksi, masuk kategori pembinaan oleh pemerintah, ada aspek pembinaan yang lebih dominan. Kalau kemarin itu (sebelum revisi) pemerintah lepas tangan karena tidak tercakup dalam UU ini. Akibatnya kita terlalu bebas," pungkas Rendy. (Bob/Rmn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya